Harga Singkong Lampung Tertekan, Petani Diminta Alih Tanam Jagung

Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal. -Foto RLMG-
RADARLAMBARBACAKORAN.CO – Harga singkong di Provinsi Lampung masih belum menunjukkan kestabilan meskipun pemerintah telah menetapkan harga dasar sebesar Rp1.350 per kilogram dengan potongan hasil hingga 15 persen. Kondisi ini membuat banyak petani dirugikan, terlebih saat harga tepung tapioka di pasaran terus merosot.
Situasi tersebut mendorong Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal meminta petani mulai mempertimbangkan alih tanam ke komoditas lain, seperti jagung dan padi gogo. Kedua komoditas ini termasuk produk strategis nasional yang mendapat perlindungan pemerintah, mulai dari larangan impor hingga dukungan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah bagi petani.
Namun, proses peralihan tidaklah mudah. Salah satu tantangan terbesar adalah keterbatasan akses air di wilayah yang selama ini hanya cocok ditanami singkong. Untuk mengatasi kendala tersebut, Pemprov Lampung bekerja sama dengan PLN mempercepat penyediaan jaringan listrik guna mendukung penggunaan pompa air di lahan jagung dan padi gogo.
Selain itu, pemerintah daerah juga menyiapkan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi petani yang beralih ke komoditas baru, khususnya di wilayah yang belum memiliki infrastruktur irigasi memadai.
Gubernur Mirza menyoroti harga tepung tapioka yang terus tertekan sejak awal 2025, turun drastis dari Rp8.000 menjadi Rp4.500 per kilogram. Anjloknya harga disebabkan masuknya produk impor dan belum meratanya penerapan harga eceran tertinggi (HET) di tingkat nasional. Saat ini, Lampung menjadi satu-satunya daerah yang sudah menerapkan HET, sementara daerah lain belum menjalankannya sehingga pabrik di Lampung kesulitan bersaing.
Meski begitu, pemerintah pusat berkomitmen untuk segera menerapkan HET secara nasional agar kompetisi industri lebih adil. Data menunjukkan sekitar 70 persen produksi tapioka nasional terserap industri non-pangan, sementara sektor pangan hanya menyerap 5 hingga 10 persen.
Gubernur berharap kebijakan ke depan mampu mengembalikan harga komoditas ke level wajar, memperkuat ketahanan pangan, serta memberi keuntungan lebih adil bagi petani. (*/nopri)