Israel Terperangkap dalam Perang Panjang, Dunia Akui Palestina

Relawan Malaysia Sumud Nusantara Dilaporkan Diculik Militer Israel--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Dua tahun setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, perang antara Israel dan Gaza masih berkecamuk tanpa tanda berakhir. Serangan balasan besar-besaran Israel yang awalnya ditujukan untuk membebaskan sandera dan menghancurkan Hamas kini berubah menjadi konflik berkepanjangan yang membawa dampak kemanusiaan terburuk dalam sejarah modern Timur Tengah.
Lebih dari 66.000 warga Palestina dilaporkan tewas, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Serangan udara serta blokade total menyebabkan 1,9 juta orang kehilangan tempat tinggal dan ribuan lainnya terancam kelaparan. Infrastruktur Gaza hancur hingga 90 persen, menyisakan reruntuhan dan penderitaan massal.
Pemerintah Israel di bawah Benjamin Netanyahu belum berhasil mencapai dua sasaran utama: membebaskan seluruh sandera dan menghapus keberadaan Hamas. Sebagian sandera telah kembali melalui pertukaran tahanan, namun puluhan lainnya masih belum diketahui nasibnya. Hamas tetap eksis meski banyak pemimpinnya tewas, termasuk Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar.
Dukungan militer Israel terhadap berbagai front turut memperluas konflik ke Lebanon, Suriah, Iran, dan Yaman. Serangan udara menghancurkan fasilitas militer musuh-musuh Israel dan menewaskan sejumlah tokoh penting, memperkuat dominasi militer Tel Aviv di kawasan.
Namun, cara Israel menjalankan perang di Gaza menuai kecaman dunia. Serangan ke rumah sakit, sekolah, dan kamp pengungsi menimbulkan tuduhan genosida dari lembaga-lembaga internasional dan kelompok hak asasi manusia. Mahkamah Pidana Internasional bahkan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang.
Tragedi kemanusiaan di Gaza mendorong semakin banyak negara mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Setelah 140 negara lebih dahulu memberikan pengakuan, kini 20 negara tambahan—termasuk Prancis, Inggris, Spanyol, Australia, dan Kanada—menyusul langkah tersebut.
Dukungan terhadap Palestina memperkuat seruan solusi dua negara sebagai jalan damai yang realistis. Meski Israel menilai pengakuan itu memberi keuntungan bagi Hamas, negara-negara Barat menegaskan bahwa pemerintahan Palestina yang merdeka tak akan melibatkan kelompok bersenjata.
Di dalam negeri, masyarakat Israel kini terbelah. Sebagian kelompok sayap kanan mendorong perang hingga tuntas, sementara keluarga sandera, veteran militer, dan warga sipil mendesak gencatan senjata. Survei terbaru menunjukkan lebih dari 60 persen warga Israel menginginkan penghentian konflik.
Rencana perdamaian 20 poin yang diusulkan Presiden AS Donald Trump pada akhir September 2025 memberi secercah harapan, namun luka sosial dan politik yang ditinggalkan perang ini diperkirakan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk sembuh sepenuhnya.