Kasus Persetubuhan Anak di Pesbar Masih Tinggi

-----

PESISIR TENGAH – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar), mencatat jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sejak Januari hingga awal November 2023 ini totalnya mencapai 38 kasus. Jumlah itu menurun dibanding tahun 2022 yakni tercatat 42 kasus.

Kepala DP3AKB Kabupaten Pesbar, dr. Budi Wiyono, S.H, M.H., melalui Kordinator Penguatan dan Pengembangan Lembaga Penyediaan Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak, Nining Santi Suarti, A. Md. Kep., mengatakan, jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten setempat ditahun 2023 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.

“Walau jumlah kasusnya menurun, tapi tahun 2023 ini kasus persetubuhan anak dibawah umur itu cukup tinggi yakni tercatat 12 kasus, artinya mendominasi dari kasus lainnya,” kata dia, Kamis (2/11).

Sementara itu, kata dia, untuk kasus kekerasan lain yakni kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pelecehan seksual, dan pencabulan masing-masing terdapat tiga kasus. Kemudian, bullying dan ITE masing-masing ada satu kasus. Selain itu, penganiayaan terdapat delapan kasus, dan kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) terdapat tujuh kasus.

“Dengan banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Pesbar ini tentunya dari DP3AKB setempat akan terus memaksimalkan pendampingan terhadap dalam semua kasus itu baik korban maupun pelaku yang memang masih dibawah umur,” jelasnya.

Dijelaskannya, dalam pendampingan yang masih terus dimaksimalkan tersebut yakni pendampingan di bidang hukum, dan juga pendampingan psikologis terhadap korban. Bahkan, untuk pendampingan psikologis itu DP3AKB Pesbar juga melibatkan psikolog klinis yang ada di Bandar Lampung. 

Mengingat, sebelumnya pernah terjadi terhadap beberapa anak yang menjadi korban persetubuhan, sehingga harus dirujuk ke psikolog klinis di Bandar Lampung untuk mendapatkan penanganan psikologis secara maksimal terhadap anak yang menjadi korban tersebut, karena banyak anak-anak yang menjadi korban persetubuhan itu mengalami trauma.

“Sehingga, dikhawatirkan jika tidak ada penanganan psikologis secara maksimal itu akan berdampak terhadap kondisi mental atau psikologis anak itu sendiri, begitu juga dengan pendampingan lainnya tentu akan terus di optimalkan,” tandasnya.(yayan/*)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan