BI Targetkan 147,3 Miliar Transaksi Digital pada 2030

Gubernur BI Perry Warjiyo menargetkan transaksi digital di Indonesia melesat empat kali lipat pada 2030. ANTARA FOTO--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO — Bank Indonesia (BI) memperkirakan volume transaksi ekonomi dan keuangan digital (EKD) nasional akan melonjak tajam hingga mencapai 147,3 miliar transaksi pada tahun 2030, atau meningkat hampir empat kali lipat dibandingkan posisi saat ini yang masih di kisaran 37 miliar transaksi. Proyeksi tersebut disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam pembukaan Festival Ekonomi dan Keuangan Digital (FEKDI) yang berkolaborasi dengan Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Kamis (30/10).

Kenaikan eksponensial itu juga diikuti dengan proyeksi nilai transaksi ekonomi digital yang diperkirakan melesat dari Rp520 ribu triliun menjadi Rp2.080 ribu triliun pada 2030. Pertumbuhan yang pesat ini diyakini akan menempatkan Indonesia sebagai salah satu ekosistem ekonomi digital dengan pertumbuhan tercepat di dunia, sekaligus menjadi pusat inovasi transaksi keuangan berbasis teknologi di kawasan Asia Tenggara.

Optimisme Bank Indonesia berangkat dari percepatan digitalisasi di seluruh sektor ekonomi nasional, baik di bidang perdagangan, keuangan, maupun layanan publik. Perry Warjiyo menegaskan bahwa sinergi antara BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan industri teknologi finansial (fintech) menjadi kunci untuk memperluas inklusi ekonomi digital hingga ke lapisan masyarakat terbawah.

Selain pertumbuhan nilai transaksi, BI juga memproyeksikan lonjakan besar pada sistem pembayaran digital nasional, dari semula 13 miliar transaksi menjadi 48,6 miliar transaksi pada 2030. Dengan peningkatan ini, Indonesia diharapkan dapat menekan biaya transaksi, memperkuat efisiensi sistem keuangan, dan mempercepat integrasi antara ekonomi formal dan digital.

Transformasi besar tersebut tak lepas dari keberhasilan Bank Indonesia meluncurkan berbagai inovasi sistem pembayaran nasional seperti Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang kini telah menjadi instrumen utama dalam transaksi digital di tingkat ritel maupun UMKM. Saat ini, sistem QRIS bahkan telah diadopsi secara lintas negara, mencakup kerja sama pembayaran cross-border dengan Malaysia, Singapura, Thailand, Jepang, dan China. Dalam waktu dekat, BI juga menargetkan ekspansi kerja sama serupa dengan Korea Selatan, terutama di sektor pariwisata dan perdagangan jasa.

Keberhasilan ekspansi QRIS lintas negara tersebut menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi pengguna teknologi finansial, tetapi juga pelopor integrasi sistem pembayaran regional. Langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang BI untuk mewujudkan “Indonesia Connected Payment Ecosystem”, di mana seluruh transaksi—mulai dari UMKM, belanja daring, hingga ekspor-impor—terintegrasi dalam satu ekosistem digital yang aman dan efisien.

Percepatan digitalisasi keuangan juga diharapkan dapat meningkatkan daya saing nasional di tengah transformasi ekonomi global. BI menilai bahwa pertumbuhan ekonomi digital dapat menyumbang porsi yang signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB), sekaligus membuka peluang kerja baru berbasis teknologi finansial dan ekonomi kreatif.

Sinergi antarotoritas menjadi semakin penting dalam menghadapi tantangan keamanan siber, literasi digital, dan perlindungan konsumen. Bank Indonesia bersama OJK berkomitmen memperkuat pengawasan terhadap sistem pembayaran digital agar tetap berada dalam kerangka stabilitas keuangan nasional, tanpa menghambat inovasi.

Dalam jangka menengah, BI juga berencana memperluas implementasi Central Bank Digital Currency (CBDC) atau Rupiah Digital, sebagai bagian dari arsitektur baru sistem keuangan nasional. Penerapan Rupiah Digital diharapkan mampu menjadi instrumen yang memperkuat kedaulatan moneter Indonesia di tengah meningkatnya transaksi lintas batas berbasis aset digital.

Melalui langkah-langkah strategis tersebut, Bank Indonesia optimistis Indonesia tidak hanya akan menjadi pasar terbesar ekonomi digital di Asia Tenggara, tetapi juga pemain utama dalam ekonomi digital global.

Proyeksi 147,3 miliar transaksi pada 2030 bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari arah baru ekonomi nasional yang bertumpu pada teknologi, inklusi, dan efisiensi. Di bawah kepemimpinan Perry Warjiyo, Bank Indonesia berkomitmen menyiapkan infrastruktur, regulasi, dan kolaborasi lintas sektor agar visi tersebut dapat diwujudkan secara berkelanjutan.(*/edi)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan