Lampung Barat Terancam Masuk Zona Krisis Fiskal

Ilustrasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) (1)--

BALIKBUKIT - Keuangan Kabupaten Lampung Barat berada di titik paling menantang dalam beberapa tahun terakhir. Penurunan tajam dana transfer, tersendatnya dana desa, hingga anjloknya pendapatan asli daerah (PAD) membuat ruang fiskal daerah menyempit.

‎‎Plt. Kepala BKAD Lampung Barat Sumadi mengungkapkan, rancangan pendapatan daerah tahun ini mencapai Rp941 miliar, tetapi komposisinya menunjukkan gejala kurang sehat. PAD hanya sekitar Rp94 miliar, sementara ketergantungan pada dana transfer masih mendominasi dengan Rp842 miliar.

‎Namun masalah besar muncul karena justru pos transfer ini yang terjun paling tajam. ‎“Pendapatan transfer, khususnya dari bagi hasil pajak, turun drastis. Dari sekitar Rp16 miliar menjadi hanya Rp6 miliar,” ujarnya.

‎‎Sumadi menjelaskan, penurunan itu salah satunya dipicu masalah sinkronisasi di sistem KORTEK. Banyak transaksi pajak daerah yang sebenarnya sudah dibayar, tetapi tidak terbaca di pusat.

‎‎“Kita sudah bayar, tetapi sistem belum mengakui. Kami sedang sinkronisasi dengan KPP Pratama hampir satu minggu ini,” katanya.

‎‎Kondisi makin rumit karena dana desa juga turun signifikan, dari Rp112 miliar menjadi Rp68 miliar. ‎Bahkan hingga saat ini, dana desa non-ermark belum cair.

‎‎“Yang sudah turun baru BLT desa. Untuk pemberdayaan dan fisik, sampai sekarang belum bisa kami pastikan,” ungkap Sumadi seraya menambahkan, BKAD masih berupaya keras mendorong pencairan bersama KPPN.

‎‎DAK Fisik untuk kesehatan yang biasanya menjadi tulang punggung program infrastruktur pelayanan dasar juga terjun bebas. Tahun depan Lampung Barat hanya menerima sekitar Rp4 miliar, angka yang disebut Sumadi “jatuh cukup drastis”.

‎‎Di sisi PAD, pendapatan dari bunga rekening giro dan penempatan kas masih memberi ruang, tetapi tidak signifikan. ‎Dividen BUMD seperti Bank Lampung dan BPRS justru mengalami penurunan.

‎‎“Kami menerima informasi kemungkinan akan ada peningkatan tahun ini, tetapi nilainya tidak besar. Realisasi pendapatan provinsi ke kami sepanjang 2025 baru satu jenis: dari bahan bakar kendaraan,” kata Sumadi.

‎‎Pajak rokok memang rutin masuk, tetapi nilainya tidak cukup menutup penurunan di pos lainnya.

‎‎Dengan rangkaian penurunan ini, Lampung Barat menghadapi ancaman kekurangan ruang fiskal yang dapat berimbas pada keterlambatan program pembangunan hingga efisiensi besar-besaran.

“Dengan kondisi keuangan provinsi dan pusat yang juga tidak stabil, kami harus sangat hati-hati dalam memproyeksikan pendapatan,” ujar Sumadi. (nopri)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan