Jika PMK 81 Tak Dicabut, Peratin Usulkan DD 2026 Dihapus

Ilustrasi PMK 81-----

BALIKBUKIT - Sejumlah peratin atau kepala desa di Kabupaten Lampung Barat meluapkan kekecewaan atas masih berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 yang mengatur kebijakan Dana Desa secara ketat dan hampir sepenuhnya ditentukan pemerintah pusat. Bahkan, apabila regulasi tersebut tidak dicabut, muncul wacana agar Dana Desa Tahun Anggaran 2026 lebih baik dihapuskan.

Aspirasi tersebut mencuat sebagai bentuk reaksi atas keterbatasan ruang kebijakan pemerintah pekon dalam menjalankan visi dan misi pembangunan desa. Di sisi lain, tanggung jawab pelaksanaan dan pertanggungjawaban program tetap berada di pundak peratin, sementara alokasi dan peruntukan anggaran telah ditetapkan secara rinci dari pusat.

Ketua DPC APDESI Lampung Barat, Sarnada, menyampaikan bahwa wacana penghapusan Dana Desa 2026 bukanlah bentuk penolakan terhadap pembangunan, melainkan luapan kekecewaan apabila aspirasi pencabutan PMK Nomor 81 Tahun 2025 tidak diakomodir oleh pemerintah pusat.

“Kalau aturan ini tetap diberlakukan, peratin hanya akan menjadi sasaran tuntutan masyarakat. Visi dan misi pekon tidak bisa dijalankan secara maksimal karena kebijakan anggaran hampir seluruhnya ditentukan pusat, sementara pertanggungjawaban tetap ada di kami,” ujarnya.

Menurut Sarnada, kondisi tersebut menempatkan kepala desa dalam posisi yang sulit. Di satu sisi harus menjawab kebutuhan dan harapan masyarakat, namun di sisi lain tidak memiliki keleluasaan dalam menentukan prioritas pembangunan pekon sesuai kondisi riil di lapangan.

“Kami juga punya tanggung jawab moral dan politik kepada masyarakat. Kalau kebijakan anggaran tidak lagi berada di pemerintah pekon, lalu bagaimana kami bisa menjawab tuntutan pembangunan di desa,” katanya.

Ia menegaskan bahwa tidak semua peratin sepakat Dana Desa dihapus. Sebab, banyak pekon di wilayah pelosok Lampung Barat yang masih sangat bergantung pada Dana Desa untuk pembangunan infrastruktur dasar, pelayanan masyarakat, dan penggerak ekonomi lokal.

“Harus dipahami, ini bukan sikap tunggal semua desa. Banyak pekon di daerah terpencil masih sangat membutuhkan Dana Desa karena selama ini pembangunan jalan, air bersih, hingga fasilitas umum sangat bergantung dari Dana Desa,” ucap Sarnada.

Lebih lanjut, Sarnada juga menyinggung persoalan Dana Desa non-earmark yang hingga kini belum jelas realisasinya. Ia menyebutkan bahwa berdasarkan pertemuan pengurus APDESI pusat dengan Wakil Menteri Sekretaris Negara, dana non-earmark dijanjikan akan disalurkan pada rentang 14 hingga 19 Desember. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian maupun realisasi di daerah.

“Di Lampung Barat saja masih ada sekitar 80 pekon yang belum menerima penyaluran Dana Desa tahap II non-earmark. Ini membuat pemerintah pekon kebingungan melanjutkan program, bahkan ada kegiatan yang sudah direalisasikan tetapi belum bisa dibayarkan,” jelasnya.

Kekecewaan tersebut juga tercermin dari unggahan sejumlah peratin di Lampung Barat di media sosial yang memuat tulisan berisi usulan penghapusan Dana Desa 2026 dan seterusnya. Unggahan tersebut menjadi simbol luapan kekecewaan apabila PMK Nomor 81 Tahun 2025 tetap diberlakukan tanpa adanya evaluasi dan penyesuaian.

“Kami berharap pemerintah pusat bisa mendengar suara desa. Dana Desa sejatinya diberikan untuk memperkuat kemandirian desa, bukan justru membatasi ruang gerak pemerintah pekon,” pungkas Sarnada.(edi)

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan