Akan Ada Sanksi, Pedagang Dilarang Tolak Tunai - Kenakan Biaya Qris

Senin 21 Oct 2024 - 12:18 WIB
Reporter : Adi Pabara
Editor : Nopriadi

Radarlambar.bacakoran.co - Bank Indonesia (BI) kembali mengingatkan  di tengah kemudahan pembayaran non tunai, semua pedagang tidak boleh menolak pembayaran tunai. Kemudian, biaya layanan QRIS ditanggung sendiri oleh pedagang. BI menegaskan pedagang dilarang membebankan biaya tersebut  kepada pembeli.

Tren ekonomi digital di Tanah Air saat ini ditandai oleh makin maraknya transaksi pembayaran dengan sistem cashless bahkan nontunai. Hal tersebut memicu banyak merchant serta warung yang menolak transaksi dengan uang tunai alasan kepraktisan juga keamanan.

Hal itu banyak menimbulkan  pertanyaan: apakah sebenarnya boleh merchant atau warung menolak transaksi uang tunai?

"Kalau misal pedagang menambahkan boleh atau tidak? Tidak boleh," kata Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta, dikutip Sabtu (19/10/2024).

Filianingsih mengungkapkan pembeli yang menemukan praktik itu bisa melaporkannya kepada pihak BI. Dia menyebut pedagang yang membebankan biaya kepada pembeli dapat diberikan sanksi.

Sanksi tersebut tercantum dalam Peraturan BI tentang Penyedia Jasa untuk Pembayaran. Dirinya mengungkapkan di Pasal 52 peraturan tersebut disebutkan penyedia barang dan jasa dilarang mengenakan biaya tambahan terhadap pengguna jasa atas biaya penggunaan bagi jasa.

"Jadi dilarang," ujar dia.

Filianingsih mengungkapkan sanksi yang dapat diberikan di antaranya PJP wajib menghentikan kerja sama terhadap merchant yang melakukan kegiatan tindakan merugikan. Contohnya, adalah kerja sama dengan pelaku kejahatan, lalu memproses penarikan gesek/tunai, lalu mengenakan biaya tambahan kepada pengguna jasa.katanya.

Imbauan itu karena BI masih menemukan adanya praktik pedagang yang menyediakan layanan QRIS akan tetapi membebankan biaya layanan, disebut Merchant Discount Rate (MDR) kepada pihak pelanggannya. MDR itu biaya layanan yang dikenakan oleh PJP sebagai jasa pembayaran melalui QRIS. Tarif MDR QRIS untuk usaha mikro misalnya ditetapkan sebesar 0,3% dari nilai transaksi yang melebihi Rp 100 ribu.

Di sisi lain, BI juga menegaskan, pedagang tidak boleh menolak pembeli yang menggunakan koin.

Dengan adanya ketetapan larangan penolakan tersebut maka pedagang tidak boleh hanya memberikan opsi bagi seluruh pelanggannya untuk pembayaran di bagian  digital. Sebab, Pasal 23 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang melarang praktik tersebut.

"Maka pihaknya tetap akan mendorong, pedagang wajib menerima sebuah uang rupiah yang berbentuk fisik. sekali lagi saya menegaskan, kita harap semua merchant tetap menerima uang yang tunai," kata Doni.

Dia menegaskan BI sampai sekarang pun masih terus mencetak uang rupiah dengan cara tunai, baik itu kertas maupun logam. Sampai sekarag total Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh menjadi 9,96% (yoy) total Rp 1.057,4 triliun.

"Jadi tetap cetak uang kartal juga masih tumbuh. Jadi agar bisa membantu, merchant diwajibkan menerima uang yang berbentuk cash," jelas Doni.

Sebelumnya, Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) Marlison Hakim menjelaskan masyarakat wajib menggunakan rupiah sebagai alat transaksi. Rupiah dibagi menjadi tiga, adalah kartal atau dengan uang tunai, uang elektronik, juga uang digital.

Kategori :