Radarlambar.bacakoran.co - Pengadilan Distrik Tokyo menjatuhkan vonis bersalah kepada seorang pria Jepang berusia 25 tahun, Ryuki Hayashi, atas keterlibatannya dalam pembuatan virus komputer menggunakan kecerdasan buatan (AI) generatif.
Hayashi menerima hukuman penjara selama tiga tahun, tetapi hakim memutuskan untuk menangguhkan pelaksanaannya selama empat tahun, yang berarti hukuman ini akan diberlakukan jika dia mengulangi pelanggarannya dalam kurun waktu tersebut.
Menurut jaksa penuntut, ini adalah pertama kalinya di Jepang seseorang diadili dalam kasus pidana terkait penyalahgunaan teknologi AI generatif untuk membuat program berbahaya. Jaksa menuntut hukuman penjara selama empat tahun penuh, mengingat betapa mudahnya virus ini dapat digunakan untuk menciptakan kerugian luas jika disalahgunakan. Namun, pengadilan akhirnya memutuskan untuk menangguhkan sebagian besar hukuman tersebut.
Penggunaan AI generatif oleh Hayashi dianggap sangat berbahaya, terutama di era di mana kecerdasan buatan semakin canggih dan bisa diakses oleh siapa pun. Dengan cepatnya perkembangan AI, kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan teknologi ini, seperti yang terjadi dalam kasus Hayashi, menjadi perhatian serius bagi otoritas di Jepang maupun di seluruh dunia.
Seperti yang dilaporkan oleh The Straits Times, Hayashi menciptakan virus komputer yang mirip ransomware di rumahnya di Kota Kawasaki, sebuah kota yang tidak jauh dari Tokyo. Berdasarkan putusan pengadilan dan laporan dari sumber-sumber lainnya, Hayashi memulai aksinya pada akhir Maret 2023. Dengan menggunakan komputer dan ponsel pintarnya, ia membuat program berbahaya ini berdasarkan kode sumber dari perangkat lunak ilegal yang ia peroleh melalui penggunaan AI generatif interaktif.
Virus ini, jika diaktifkan, akan dapat mengenkripsi data pada perangkat korban dan meminta uang tebusan sebagai imbalan untuk dekripsi, menyerupai fungsi utama ransomware. Dalam kasus tertentu, virus semacam ini bisa menjadi ancaman besar, baik bagi individu maupun organisasi, terutama jika menyebar luas tanpa terkendali.
Selain menciptakan virus, Hayashi diduga melakukan tindakan tambahan untuk menghindari pelacakan oleh pihak berwenang. Ia membeli kartu SIM dengan identitas palsu agar dapat beroperasi tanpa jejak yang mudah dilacak. Hal ini menunjukkan bahwa Hayashi sengaja berusaha menyembunyikan keberadaannya dan tindakan kriminal yang direncanakannya. Pembelian kartu SIM atas nama orang lain merupakan pelanggaran tambahan di Jepang, di mana peraturan terkait kartu SIM dan data pribadi diterapkan secara ketat.
Kasus Hayashi menunjukkan bagaimana teknologi AI generatif bisa menjadi pedang bermata dua, bermanfaat dalam kemajuan teknologi namun berpotensi disalahgunakan. Para ahli memperingatkan bahwa ketika AI semakin mudah diakses, potensi penyalahgunaan untuk tujuan kriminal mungkin akan meningkat, terutama bagi mereka yang ingin mengeksploitasi teknologi untuk menciptakan malware, ransomware, atau program jahat lainnya.
Menurut sumber dari otoritas Jepang, pihak berwenang di Negeri Matahari Terbit ini kini sedang mempertimbangkan regulasi yang lebih ketat terkait penggunaan AI generatif dan teknologi canggih lainnya, guna mencegah kasus serupa di masa mendatang. Kasus ini bisa menjadi titik awal bagi otoritas untuk memperkuat aturan yang mengatur teknologi canggih dan pengawasan penggunaannya, terutama di kalangan masyarakat umum.
Kasus ini telah menarik perhatian publik di Jepang dan bisa menjadi awal bagi perubahan kebijakan yang lebih serius. Pemerintah Jepang bersama pakar keamanan siber kemungkinan akan menyusun pedoman yang lebih ketat mengenai penggunaan teknologi AI untuk mengurangi risiko kejahatan digital di masa depan. Langkah ini juga diharapkan dapat mendorong peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang risiko yang menyertai perkembangan AI generatif, terutama dalam hal keamanan data dan privasi.
Dengan vonis yang diberikan, Hayashi kini dihadapkan pada masa percobaan selama empat tahun. Jika dalam periode tersebut ia tidak melakukan pelanggaran baru, hukuman penjara tiga tahunnya tidak akan diberlakukan. Namun, jika ia mengulangi perbuatannya, Hayashi akan langsung dipenjara.(*)