Radarlambar.bacakoran.co - Jovi Andrea Bachtiar, Jaksa Fungsional di Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan (Tapsel), dijatuhi vonis enam bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Sumatra Utara, pada Selasa, 26 November 2024. Ia terbukti melakukan tindak pidana pencemaran nama baik sesuai dengan UU ITE, setelah menyebarkan tuduhan terhadap rekan kerjanya, Nella Marsella, melalui media sosial.
Pencemaran Nama Baik melalui Media Sosial
Kasus ini bermula pada Mei 2024, ketika Jovi mengunggah di akun Instagram pribadinya yang menyebut Nella menggunakan mobil dinas untuk kepentingan pribadi. Unggahan tersebut dianggap memfitnah dan merusak reputasi Nella, yang kemudian melaporkan kejadian itu ke polisi. Dalam sidang, Majelis Hakim menyatakan bahwa Jovi terbukti dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menyebarkan informasi yang merugikan melalui media elektronik.
Hakim memutuskan bahwa Jovi dihukum dengan pidana penjara selama enam bulan, namun putusan tersebut tidak akan dijalani jika Jovi tidak melakukan tindak pidana lain selama masa percobaan satu tahun. Selain itu, hakim juga memutuskan untuk mengeluarkan Jovi dari tahanan kota dan mengurangi masa penahanannya.
Tanggapan Jovi dan Kuasa Hukum
Setelah pembacaan putusan, Jovi mengungkapkan rasa terima kasih kepada majelis hakim yang dinilai mempertimbangkan niat baiknya. Dalam pernyataan pasca-sidang, Jovi mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk memperbaiki sistem di kejaksaan dan memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. "Saya ingin kejaksaan bersih dari praktik korupsi. Hakim juga melihat rekam jejak saya, saya bukan jaksa yang terlibat dalam tindakan yang merugikan," kata Jovi.
Meskipun divonis, kuasa hukum Jovi, Jaja Batubara, menegaskan bahwa mereka akan mengajukan banding. "Masalahnya bukan soal lama atau tidaknya hukuman, tetapi ini lebih kepada pesan yang ingin disampaikan—bahwa orang jadi takut untuk mengkritik karena takut dihukum," ujarnya.
Perkembangan Kasus dan Reaksi Publik
Kasus ini menarik perhatian publik setelah Jovi mengklaim dirinya sebagai korban kriminalisasi, sementara pihak lain beranggapan bahwa ia melakukan pelanggaran yang merugikan reputasi seseorang di tempat kerja. Sebelumnya, jaksa ini telah dituntut dengan pidana penjara dua tahun atas tuduhan menyebarkan informasi yang melanggar kesusilaan melalui media sosial.
Kasus ini juga menjadi perhatian Komisi III DPR RI yang menggelar rapat dengar pendapat pada 21 November 2024 untuk membahasnya. Rapat tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi, termasuk meminta Kejaksaan Tinggi Sumut untuk memproses laporan dengan profesional dan mengimbau Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) untuk memastikan transparansi dalam setiap laporan yang diterima.
Kasus ini mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat, namun yang pasti, ia menjadi momentum penting dalam memperkuat wibawa lembaga kejaksaan dan menegakkan hukum di Indonesia. Jovi, meskipun menghadapi hukuman, bertekad untuk membuktikan ketidakbersalahannya dan melanjutkan perjuangannya dalam menegakkan keadilan. (*)
Kategori :