Penjualan LPG Subsidi Wajib di Pangkalan

Senin 03 Feb 2025 - 21:40 WIB
Reporter : Edi Prasetya
Editor : Lusiana Purba

BALIKBUKIT – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Barat menanggapi kebijakan pemerintah pusat yang mempertegas aturan penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) subsidi hanya melalui pangkalan resmi. Aturan ini melarang peredaran LPG subsidi di warung atau pengecer, namun Pemkab menilai perlu ada penyesuaian di lapangan mengingat kondisi geografis wilayah.

Kabid Perdagangan pada Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan (Diskopdag) Lambar, Heriyanto, menjelaskan bahwa aturan tersebut sebenarnya bukan hal baru. Namun, mulai 2025, pemerintah pusat mempertegas penerapannya. Meski begitu, pihaknya belum menerima surat resmi atau petunjuk teknis terkait kebijakan ini.

“Sebetulnya aturan ini sudah ada sejak lama, hanya saja mulai tahun ini diperjelas kembali. Tapi kami di daerah belum menerima surat resmi, informasi yang kami terima baru sebatas dari media massa,” jelas Heriyanto mendampingi Kepala Diskopdag Tri Umaryani, Senin (3/2/2025).

Meski demikian, ia menekankan bahwa penerapan aturan tersebut tidak bisa diberlakukan secara seragam di seluruh wilayah Lampung Barat. Beberapa daerah, terutama di wilayah terpencil seperti Balik Bukit, memiliki keterbatasan akses ke pangkalan LPG. Oleh karena itu, penjualan melalui warung atau pengecer dinilai masih diperlukan dengan pengawasan ketat.

“Di beberapa wilayah seperti Balik Bukit, ada masyarakat yang jauh dari pangkalan. Tidak mungkin mereka harus berjalan jauh hanya untuk membeli LPG. Jadi, warung-warung terdekat masih bisa menjual LPG bersubsidi, tapi dengan batasan maksimal lima tabung,” tambahnya.

Heriyanto juga menyoroti keuntungan membeli LPG subsidi di pangkalan resmi, terutama terkait kepastian harga sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET). Di wilayah Balik Bukit, HET LPG subsidi ditetapkan sebesar Rp18.000 per tabung. Namun, ia memahami bahwa masyarakat di daerah terpencil sulit mendapatkan harga tersebut karena keterbatasan akses.

“Kalau dekat dengan pangkalan, kami tentu sarankan masyarakat membeli disana karena harga pasti sesuai HET. Tapi kalau lewat pengecer, harga memang lebih tinggi karena ada tambahan biaya operasional,” kata dia.

Di sisi lain, Kabag Sumber Daya Alam (SDA) Setdakab Lampung Barat, Bernaria, mengonfirmasi bahwa pihaknya juga belum menerima pemberitahuan resmi mengenai aturan ini. Menurutnya, informasi resmi biasanya disampaikan bersamaan dengan rapat penentuan kuota LPG subsidi yang digelar setiap tahun.

“Memang aturannya sudah ada sejak lama, tapi untuk surat resmi kami di SDA belum menerima. Mungkin nanti akan disampaikan dalam rapat penentuan kuota LPG subsidi bersama Pertamina dan Pemprov. Sejauh ini, kami hanya mengetahui informasi ini dari media sosial,” tutup Bernaria.

Seperti diberitakan di berbagai media, Mulai 1 Februari 2025, LPG 3 kilogram (Kg) hanya boleh dipasarkan oleh pangkalan yang mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB). Hal Ini disampaikan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung. Dengan kebijakan ini, LPG 3 kg tidak boleh dijual di warung-warung pengecer yang belum memiliki NIB. 

“Ya ini kan lagi menata, bagaimana harga yang diterima masyarakat bisa sesuai dengan batasan harga yang ditetapkan pemerintah. Jadi yang pengecer justru kita jadikan pangkalan itu ada formal, agar mereka mendaftarkan Nomor Induk Berusaha terlebih dulu," jelas Yuliot kepada awak media.

Yuliot mengimbau agar para pengecer yang belum mendaftarkan NIB untuk segera mendaftar. Pemerintah memberi waktu peralihan selama satu bulan sejak disetopnya pembelian LPG 3 kg melalui pengecer.

"Per 1 Februari peralihan karena itu kan ada jeda waktu kita berikan untuk satu bulan. Iya jadi pangkalan, penyedianya melalui Pertamina," imbuhnya.

Yuliot mengungkap, pemberhentian pembelian LPG dari pengecer akan memperpendek mata rantai penyaluran LPG 3 kg. Efeknya, batasan harga yang ditetapkan pemerintah bisa terjaga dan diharapkan tak terjadi oversupply LPG 3 kg. *

Kategori :