Radarlambar.bacakoran.co - Lebaran tahun 2025 menjadi sebuah cermin bagi banyak karyawan di Indonesia yang menghadapi kenyataan pahit. Sementara sebagian pekerja di kawasan elit seperti Sudirman Central Business District (SCBD) Jakarta merayakan datangnya Hari Raya dengan tunjangan hari raya (THR) dan berbagai kemewahan, ribuan karyawan di sektor manufaktur dan pemerintah terpaksa menghadapi kenyataan jauh berbeda: mereka tidak hanya kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan harapan untuk merayakan Lebaran dengan kebahagiaan.
Sejak awal tahun 2024 hingga Maret 2025, lebih dari 77.000 pekerja di sektor manufaktur terpaksa dirumahkan. Tidak sedikit pula yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) masal, termasuk sekitar 40.000 pekerja yang di-PHK pada awal tahun 2025. Dalam kondisi ekonomi yang serba sulit, tak hanya sektor swasta yang tertekan, sektor pemerintahan pun turut merasakan dampaknya. Pekerja non-Aparatur Sipil Negara (ASN) di berbagai instansi pemerintah juga mengalami pemutusan kontrak sebagai bagian dari upaya efisiensi anggaran.
Bahkan ketika pemerintah memilih untuk menambah jumlah pejabat tinggi dengan membuka 57 posisi baru di kabinet, realitas di lapangan jauh dari kata sejahtera. Hal ini semakin memperburuk ketimpangan sosial yang sudah semakin menganga. Sementara sebagian pejabat menambah pos jabatannya, ratusan ribu pekerja merasa terabaikan dan hanya bisa menyaksikan ketidakadilan ini.
Tanda-Tanda Perekonomian yang Lemah
Perekonomian Indonesia di awal tahun 2025 berjalan dengan sangat lambat. Daya beli masyarakat mengalami penurunan drastis, yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang turun 0,4 persen pada Januari 2025. Tren penurunan ini berlanjut pada bulan Februari, mengindikasikan adanya ketidakpastian yang melanda para konsumen. Ketidakpastian ini tercermin pula pada penurunan tajam dalam Indeks Penjualan Riil (IPR), yang menunjukkan penurunan daya beli yang semakin tajam.
Kondisi ekonomi yang semakin tertekan juga tercermin dalam pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang mengalami penurunan signifikan pada 18 Maret 2025. IHSG merosot hingga 6 persen, memaksa otoritas pasar saham untuk menghentikan perdagangan sementara. Hal ini menunjukkan adanya gejolak serius dalam pasar saham Indonesia. Tak hanya itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga terus merosot. Sejak awal Januari 2025, rupiah telah kehilangan nilai sekitar 2 persen, mendekati angka Rp 17.000 per USD.
Gelapnya Harapan Ekonomi Rakyat
Di tengah ketidakpastian yang menguasai sektor riil, harapan akan perbaikan ekonomi sempat muncul melalui kebijakan pemerintah yang menawarkan diskon tarif listrik hingga 50 persen. Namun, kebijakan ini seolah tenggelam begitu saja oleh serangkaian keputusan pemerintah lainnya yang malah semakin menambah beban masyarakat. Salah satunya adalah kebijakan distribusi gas Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3kg yang kini hanya bisa diperoleh melalui pangkalan resmi, yang mengharuskan konsumen mengantri panjang atau bahkan terlibat dalam perebutan barang.
Tak hanya itu, kebijakan pembangunan aplikasi perpajakan Coretax yang menelan biaya hingga Rp 1,3 triliun pun menuai kritik. Meskipun dana besar telah digelontorkan, aplikasi tersebut malah gagal berfungsi secara maksimal. Banyak pengusaha dan individu yang melaporkan kesulitan dalam menggunakan aplikasi ini, yang berujung pada penurunan penerimaan pajak yang signifikan di awal tahun 2025.
Kebijakan efisiensi anggaran yang digulirkan pemerintah juga tidak memberikan manfaat bagi sektor-sektor yang sangat dibutuhkan oleh rakyat. Salah satunya adalah sektor pariwisata, di mana pengurangan anggaran yang tidak tepat sasaran mengakibatkan turunnya jumlah wisatawan dan pemesanan hotel. Kondisi ini membuka potensi PHK masal di sektor perhotelan, yang pada gilirannya semakin menambah jumlah pengangguran di Indonesia.
Selain itu, keputusan untuk memotong anggaran kementerian dan lembaga tanpa memperhatikan dampak sosial-ekonomi turut memperburuk keadaan. Pemotongan anggaran ini bahkan dilakukan untuk membiayai program makan bergizi gratis (MBG) dan modal awal Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), yang hingga kini menuai banyak kritik. Masalah tata kelola yang buruk, termasuk adanya konflik kepentingan dan rangkap jabatan oleh pejabat BPI Danantara, semakin menambah ketidakpastian di kalangan masyarakat.
Pemerintah dan Rakyat: Dua Dunia yang Terpisah
Kondisi yang semakin suram ini diperburuk dengan adanya revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang memungkinkan anggota TNI aktif menempati lebih banyak posisi strategis dalam pemerintahan. Langkah ini menambah keraguan investor terhadap masa depan ekonomi Indonesia. Sejarah telah menunjukkan bahwa campur tangan militer yang berlebihan dalam pemerintahan seringkali berujung pada ketidakstabilan ekonomi dan politik.
Puisi Kegelapan
Akhir kata, tulisan ini tidak akan diakhiri dengan rekomendasi atau solusi. Kami menyadari bahwa para pejabat negara, yang digaji oleh rakyat, seharusnya mampu memberikan solusi yang memadai. Mereka harus memikirkan masa depan rakyat, bukan sekadar terjebak dalam politik kekuasaan. Berikut ini adalah sebuah puisi yang menggambarkan perasaan rakyat di tengah ketidakpastian ini: