Radarlambar.Bacakoran.co - Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk menerapkan tarif impor terhadap berbagai negara menimbulkan kekhawatiran baru bagi ekonomi global, termasuk Indonesia. Pernyataan resmi terkait kebijakan ini dijadwalkan akan diumumkan pada Rabu, 2 April 2025, dan diperkirakan akan berdampak langsung terhadap harga emas serta nilai tukar rupiah yang berpotensi melemah.
Prediksi Dampak terhadap Rupiah dan Pasar Saham
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan kebijakan tarif impor AS ini dapat menyebabkan lonjakan harga emas dan berimbas pada pelemahan rupiah serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Ibrahim dalam keterangannya kepada media pada Selasa, 1 April 2025, mengaku dirinya khawatir rupiah bisa mendekati Rp17.000 per dolar AS. Terlebih, pasar masih libur hingga 7 April, dan Bank Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda intervensi di pasar valuta asing. “Kondisi ini berpotensi besar membuat rupiah semakin melemah,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan AS ini akan berdampak signifikan terhadap komoditas ekspor utama Indonesia seperti batu bara, nikel, dan minyak kelapa sawit (CPO). Jika produk-produk ini dikenakan tarif tambahan sebesar 25%, harga jual di pasar AS akan meningkat drastis, sehingga Indonesia perlu mencari pasar alternatif untuk menjaga kestabilan ekspor.
Indonesia Perlu Strategi Hadapi Perang Dagang
Hingga saat ini, belum ada kepastian apakah Indonesia akan masuk dalam daftar negara yang dikenakan tarif impor baru oleh AS. Namun, Ibrahim menegaskan bahwa pemerintah Indonesia harus bersiap menghadapi kemungkinan tersebut dengan strategi yang tepat.
"Kita masih menunggu pengumuman resmi dari Trump besok. Jika Indonesia masuk dalam daftar negara yang terkena dampak perang dagang, pemerintah harus segera merespons dengan kebijakan strategis agar tidak semakin terpuruk. Saat ini, banyak negara mengalami kesulitan ekonomi, dan Indonesia harus siap menghadapi tantangan ini," tambahnya.
Ibrahim juga menyoroti potensi terganggunya neraca perdagangan Indonesia dengan AS akibat kebijakan ini. Meskipun demikian, ia melihat adanya peluang bagi Indonesia untuk mengalihkan ekspor ke negara lain guna mengurangi ketergantungan terhadap pasar AS.
"Sejak awal saya sudah memperkirakan bahwa perang dagang ini akan terjadi dan berimbas pada berbagai sektor ekonomi. Jika tidak diantisipasi dengan baik, defisit fiskal Indonesia bisa semakin melebar," tutupnya.
Dengan dinamika global yang terus berkembang, langkah antisipatif dari pemerintah dan pelaku ekonomi menjadi sangat krusial untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.(*)