Pesona Jelajah Wisata Pasar Tematik Alam dan Budaya Menyatu Tanpa Sekat

Rabu 30 Apr 2025 - 18:55 WIB

DIBALIK perbukitan yang mendekap Danau Ranau dengan tenang, sebuah pasar sederhana tumbuh seperti bunga liar di musim basah. Ia belum diresmikan, belum pula disahkan dengan pita atau prasasti, tapi keberadaannya telah menjadi magnet, menarik ribuan langkah dari berbagai penjuru negeri.

Wisata Pasar Tematik Jelajah Danau Ranau bukan sekadar tempat jual beli. Ia adalah ruang pertemuan antara alam yang perawan dengan manusia yang haus ketenangan. Terletak di Kecamatan Lumbok Seminung, Kabupaten Lampung Barat, pasar ini berdiri di tepi danau yang luasnya bagaikan cermin langit, memantulkan awan dan angin dalam tenangnya air.

Tak kurang dari 30.000 pengunjung memadati area ini selama libur Lebaran 2025. Mereka datang, sebagian dengan rasa ingin tahu, sebagian lagi dengan rindu yang tak jelas arah. Dari OKU Selatan, Palembang, Jakarta, bahkan dari luar negeri, kaki-kaki asing itu menapaki tanah basah, melewati hamparan hijau, menuju pasar yang menjanjikan lebih dari sekadar dagangan.

Ketika kabut pagi belum sepenuhnya sirna, aroma kopi robusta dari tungku tanah liat sudah lebih dulu menyapa. Di sela tenda-tenda kayu yang berjajar seperti barisan prajurit tua, terdengar tawa anak-anak, gesekan sendok dan wajan, serta sayup-sayup petikan gambus yang dimainkan oleh seorang pemuda setempat.

Agus, seorang pengunjung dari OKU Selatan, berdiri di dermaga kecil sambil mengamati danau yang luas terbentang. Di matanya, tempat ini seperti peraduan bagi jiwa-jiwa lelah dari keramaian kota. “Saya tak pernah mengira suasana bisa sehangat ini. Rasanya seperti pulang, meski saya belum pernah ke sini sebelumnya,” katanya sambil tersenyum kecil.

Rini, pengunjung asal Palembang, menemukan pasar ini dari unggahan seorang teman. Ia tergerak datang karena ingin merasakan sesuatu yang lebih jujur dari wisata-wisata bertema buatan. “Setiap lapak punya cerita. Saya membeli gelang bukan karena bentuknya indah, tapi karena saya melihat tangan yang membuatnya penuh ketulusan,” ungkapnya.

Fajar dari Jakarta mengaku bahwa keputusan mendadak untuk berkunjung justru memberinya pengalaman paling berarti. Ia duduk beralas tikar, menyantap tempoyak ikan sambil menatap danau yang seolah tak berujung. “Di sini, waktu seperti melambat. Kita diajak berdamai dengan diri sendiri,” ujarnya pelan.

Pasar Tematik Jelajah Danau Ranau tumbuh dari tanah yang dihuni oleh semangat gotong royong. Pelaku UMKM setempat menjual makanan tradisional, kerajinan tangan, kain tenun, dan hasil bumi yang selama ini tersembunyi dari peta wisata.

Di setiap sudut, terlihat wajah-wajah cerah yang tak hanya menjajakan barang, tetapi juga menawarkan kebudayaan. Anak-anak muda membawa hasil kreativitasnya, para ibu menawarkan kue-kue warisan nenek moyang, dan para lansia bercerita sambil menimbang lada.

Tak ada spanduk besar. Tak ada gemerlap lampu sorot. Yang ada hanyalah kesederhanaan yang jujur, dibungkus dalam keindahan alam yang tak dibuat-buat.

Meski belum diresmikan secara formal, pasar ini telah membuktikan bahwa sebuah tempat wisata bisa hidup dan berkembang dari kekuatan komunitas. Di balik hamparan danau yang tenang, ada semangat warga yang terus mengalir seperti airnya—pelan, namun pasti membawa perubahan.

Pasar ini bukan sekadar tempat wisata. Ia adalah rumah bagi harapan kecil yang tumbuh besar. Ia adalah bukti bahwa keindahan tak selalu harus ditandai dengan bangunan megah atau proyek besar. Kadang, cukup dengan deretan tenda sederhana, senyum ramah, dan danau yang menenangkan.(*)

Kategori :