Radarlambar.bacakoran.co -Wacana menaikkan batas usia pensiun (BUP) bagi aparatur sipil negara (ASN) kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, usulan datang dari Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) yang ingin agar para ASN bisa bekerja lebih lama, seiring dengan meningkatnya harapan hidup dan kualitas kesehatan pegawai negeri saat ini.
Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Nasional, Zudan Arif Fakrulloh, menyebut bahwa menaikkan usia pensiun akan membuka ruang untuk memperpanjang pengabdian dan meningkatkan keahlian ASN di berbagai jenjang jabatan.
Peta Usulan Korpri
Korpri mengajukan kenaikan usia pensiun dengan skema yang terstruktur:
Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Utama: hingga 65 tahun
JPT Madya (Eselon I): 63 tahun
JPT Pratama (Eselon II): 62 tahun
Eselon III dan IV: 60 tahun
Jabatan Fungsional Utama: hingga 70 tahun
Bagi Korpri, langkah ini dinilai sejalan dengan dinamika demografis dan perubahan kebutuhan birokrasi modern.
Dukungan: Investasi Negara Tak Boleh Terbuang
Usulan ini mendapat angin segar dari Ketua MPR Ahmad Muzani. Menurutnya, memperpanjang masa tugas ASN justru bisa menjadi keuntungan bagi negara, mengingat pengalaman dan pelatihan panjang yang telah diberikan kepada mereka.
Muzani menilai, banyak ASN berada dalam puncak produktivitas saat menjelang pensiun. Jika diberhentikan saat itu, negara justru kehilangan potensi besar yang telah dibina selama bertahun-tahun.
Ia tak menampik bahwa perpanjangan ini mungkin berdampak pada anggaran atau memperlambat regenerasi, tapi bagi Muzani, hal itu bukan masalah utama. Baginya, yang lebih penting adalah peningkatan profesionalitas dan mutu pelayanan publik.
Peringatan dari Menteri PANRB: Jangan Abaikan Beban Anggaran
Di sisi lain, Menteri PAN-RB Rini Widyantini meminta agar usulan ini tak direspons secara terburu-buru. Ia menekankan pentingnya kajian mendalam yang mempertimbangkan sistem karier yang sudah berjalan, serta ketersediaan anggaran negara.
Menurut Rini, manajemen ASN saat ini sudah memperhitungkan banyak faktor—mulai dari masa produktif, pembinaan karier, hingga pengembangan kompetensi. Oleh karena itu, setiap perubahan harus mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh, termasuk terhadap regenerasi pegawai dan efisiensi pelayanan publik.
Kritik DPR: Belum Mendesak dan Bisa Hambat Generasi Muda
Wacana kenaikan usia pensiun juga ditanggapi hati-hati oleh Komisi II DPR. Wakil Ketua Komisi II Bahtra Banong menyatakan bahwa belum ada urgensi untuk membahasnya saat ini. Menurutnya, fokus ASN saat ini seharusnya adalah peningkatan pelayanan publik, bukan memperpanjang masa jabatan.
Ia mengingatkan bahwa perpanjangan usia pensiun bisa menyempitkan kesempatan bagi lulusan baru untuk menjadi ASN, dan bisa menghambat regenerasi dalam tubuh birokrasi.
Nada serupa juga disuarakan oleh Wakil Ketua Komisi II lainnya, Zulfikar Arse Sadikin, yang mempertanyakan apakah benar akar permasalahan ASN terletak pada usia pensiun. Zulfikar juga mengingatkan bahwa Indonesia tengah menghadapi bonus demografi, dan memperpanjang masa kerja ASN bisa menjadi penghalang bagi generasi muda yang ingin masuk dunia birokrasi.
Antara Pengabdian dan Peremajaan
Perdebatan soal usia pensiun ASN menggambarkan dilema klasik dalam birokrasi modern: bagaimana menyeimbangkan pengalaman dan regenerasi. Di satu sisi, memperpanjang masa kerja bisa memperkuat layanan dan mengoptimalkan investasi negara. Di sisi lain, hal itu bisa menjadi penghalang bagi angkatan kerja muda yang ingin berkarier sebagai abdi negara.
Kini, keputusan ada di tangan pemerintah dan DPR: apakah akan melangkah maju dengan menyesuaikan usia pensiun ASN dengan realitas demografi baru, atau tetap bertahan pada sistem yang ada demi regenerasi yang lebih lancar. (*)
Kategori :