Radarlambar.bacakoran.co -Langkah mengejutkan datang dari Pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memutuskan untuk melarang Harvard University menerima mahasiswa asing. Kebijakan ini diumumkan oleh Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem, dan langsung menimbulkan kehebohan di kalangan akademisi dan mahasiswa internasional, termasuk dari Indonesia.
Menurut pemerintah, izin bagi universitas untuk menerima mahasiswa asing dianggap sebagai hak istimewa, bukan hak mutlak. Oleh karena itu, keputusan untuk mencabut izin tersebut menjadi alat tekanan terhadap universitas yang dianggap tidak kooperatif dengan kebijakan pemerintah.
Langkah ini langsung menimbulkan kekhawatiran, khususnya di kalangan mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Harvard. Meski saat ini status mereka masih valid sebagai mahasiswa aktif, situasi yang tidak menentu ini membuat mereka waspada dan terus memantau perkembangan terbaru.
Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat (Permias) pun bergerak cepat. Mereka menjalin koordinasi erat dengan pihak-pihak terkait, termasuk Kedutaan Besar RI di Washington DC dan Konsulat Jenderal RI di New York, untuk memastikan perlindungan terhadap hak-hak mahasiswa Indonesia.
Di sisi lain, Harvard University tidak tinggal diam. Mereka menempuh jalur hukum untuk menangguhkan kebijakan pemerintah. Dalam upaya membela hak mahasiswa dan cendekiawan internasional, universitas tersebut mengajukan permohonan hukum ke pengadilan untuk mencegah pencabutan sertifikasi program visa pelajar internasional (SEVP).
Pengadilan kemudian merespons dengan mengabulkan permintaan Harvard. Keputusan ini menjadi angin segar sementara, karena universitas tersebut masih diizinkan menerima mahasiswa asing sambil menunggu proses hukum selanjutnya. Sidang lanjutan dijadwalkan pada 29 Mei untuk menentukan apakah penangguhan sementara itu akan diperpanjang.
Langkah pemerintah ini sendiri disebut-sebut sebagai respons atas penolakan Harvard untuk menyerahkan data mahasiswa asing kepada Departemen Keamanan Dalam Negeri. Namun, pihak universitas membantah tuduhan itu, dan menegaskan bahwa mereka telah memenuhi kewajiban hukum sebagaimana mestinya.
Hingga kini, mahasiswa Indonesia di Harvard masih melanjutkan kegiatan akademik mereka seperti biasa, namun tetap menaruh perhatian besar pada perkembangan kasus. Harapan mereka sederhana: agar kebijakan ini tidak mengorbankan masa depan pendidikan mereka.
Situasi ini menjadi pengingat bahwa dinamika politik dan kebijakan dalam negeri sebuah negara bisa berdampak luas, bahkan hingga ke ruang-ruang kelas yang dihuni para pencari ilmu dari seluruh dunia. (*)
Kategori :