Oleh Dewan Syari'ah DPD Juleha Lambar sekaligus Plt kepala Kemenag Lambar, Ust Hi Miftahus Surur S.Ag, M.Si.,
Radarlambar.bacakoran.co- Sapi sembelihan Tugiono meraung. Darah seketika menyembur deras saat golok licin mengkilat itu menyayat lehernya. Setelah melejang-lejang sesaat, sapi itu kemudian terkulai, ruhnya terbang ke langit menghadap Sang Khalik.
Para warga yang menyaksikan peristiwa itu meluapkan tempik sorai, terbersit kekaguman disana. Tugiono yang kini dipanggil-panggil dengan sebutan JULEHA itu hanya tersenyum. Hanya kalimat _hamdalah_ yang ia sanjungkan tanda kepuasan sekaligus kelegaan dari ketegangan.
Ya, Juru Sembelih Halal yang disebut dengan JULEHA itu kini sedang jadi perbincangan, setidaknya di Lampung Barat Kota Berbunga, mungkin juga di seantero wilayah lainnya. Mereka ini adalah sosok yang diyakini mumpuni untuk melakukan penyembelihan hewan secara halal. Menyandang sebutan Juleha itu bukan perkara gampang. Ada pelatihan khusus yang harus dirampungkan, dinyatakan lulus dan memperoleh secarik sertifikat kompetensi.
Soal sembelih menyembelih ternyata bukan perkara ringan dan mudah. Ia bukan hanya sekedar menyayatkan pisau tajam ke leher, melainkan juga harus memenuhi unsur kehalalan, mentalitas yang kuat dan ketenangan diri. Para pendahulu bahkan pernah menyitir agar penyembelih harus menyingkirkan rasa sombong pada dirinya agar proses penyembelihannya tiada kendala.
Beberapa bulan menjelang Idul Adha, Lampung Barat harus diakui sedang demam oleh keberadaan Juleha. Meski baru berjumlah sekitar 220 orang, tetapi setiap warga yang hendak menyembelih kambing atau sapi kerap meminta bantuan Juleha. Media Sosial turut berkontribusi. Setiap proses penyembelihan selalu didokumentasikan lalu disebar-luas dan menjadi konsumsi publik.
Suara Juleha semakin menggema saat Idul Adha tergelar. Suara itu sahut menyahut dari berbagai penjuru. Dengan bekal bilah golok dan pisau yang tidak murah dan memiliki ketajaman laksana. Pedang Katan Nya Para samurai, suara para Juleha bak lagu merdu yang berkumandang di langit.
Kini, tiada lagi balok kayu yang menyilang di sela-sela kaki sapi, juga tiada tubuh-tubuh manusia yang menindih badan binatang tambun berkaki empat itu. Teknik mumpuni merobohkan sapi sudah dikuasai. Sang Sapi pun merasa memperoleh perlakuan yang lembut dan santun.
Meski kemudian suara sapi yang tersembelih meraung, tetapi ia tampak lebih rela menerima sayatan. Seolah-olah sapi itu mengatakan "terima kasih, Juleha! (*)