Radarlambar.bacakoran.co -KONFLIK di Timur Tengah kembali ke titik didih. Setelah Amerika Serikat melancarkan serangan udara ke sejumlah fasilitas nuklir Iran, situasi langsung memanas. Bukan hanya karena ledakan rudal yang mengguncang Fordow, Natanz, dan Isfahan, tapi juga karena reaksi global yang mengikutinya.
Ketegangan yang semula ‘hanya’ berkisar pada perang proksi kini berpotensi berubah menjadi konfrontasi global terbuka. Amerika Serikat mengklaim telah menghantam target strategis untuk menghentikan program nuklir Iran. Namun, laporan dari lapangan menyebutkan bahwa kerusakan yang ditimbulkan tak cukup signifikan untuk menghentikan aktivitas pengayaan uranium yang diduga masih terus berjalan.
Yang mengejutkan, respons cepat datang dari Moskow. Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev memberikan sinyal bahwa sejumlah negara kini siap membuka jalur bantuan senjata nuklir ke Teheran. Ini bukan sekadar retorika, melainkan peringatan keras bahwa konflik bisa memasuki fase baru yang jauh lebih berbahaya.
Dalam waktu yang nyaris bersamaan, eks Presiden Rusia itu juga menyentil kepemimpinan Amerika Serikat yang dinilai gagal menjaga stabilitas. Janji damai yang dulu digaungkan kini dinilai hanya tinggal slogan kosong. Di mata dunia, aksi militer ini justru menguatkan posisi Iran secara politik, karena dianggap sebagai korban agresi sepihak.
Sementara itu, situasi di darat kian berdarah. Serangan Israel sejak 13 Juni dibalas Iran dengan rudal ke wilayah Negeri Zionis. Sedikitnya 25 warga Israel tewas dan ratusan lainnya terluka. Namun, jumlah korban di Iran jauh lebih besar—430 orang meninggal dan lebih dari 3.500 lainnya terluka akibat serangan udara balasan dari Israel.
Rentetan peristiwa ini membuktikan bahwa krisis bukan lagi konflik regional. Potensi intervensi pihak luar makin terbuka, dan eskalasi bersenjata bisa saja meluas melibatkan kekuatan besar dunia. Ancaman nuklir yang sempat meredup kini kembali menghantui, bukan hanya Timur Tengah, tapi juga perdamaian global secara keseluruhan.
Dunia kini menanti: apakah diplomasi masih punya ruang, atau semua pihak telah bersiap menuju perang skala penuh? (*)
Kategori :