Radarlambar.Bacakoran.co – Pasar sepeda motor bebek di Indonesia memang tidak lagi semeriah satu dekade lalu. Sejak awal 2010-an, tren penjualan motor bebek terus merosot seiring melonjaknya popularitas motor matik (skutik) yang menawarkan kepraktisan dan kenyamanan, terutama bagi masyarakat perkotaan.
Motor matik kini menjadi pilihan utama karena tak perlu repot memindahkan gigi dan lebih nyaman dikendarai saat terjebak kemacetan. Alhasil, motor bebek yang dulu merajai jalanan harus rela menjadi segmen kecil dalam pasar roda dua nasional yang kini dikuasai skutik.
Namun menariknya, meski pamornya meredup, motor bebek belum benar-benar punah. Bahkan sepanjang tahun 2024, motor bebek masih mencatat penjualan ratusan ribu unit. Berikut ulasan mengapa motor bebek tetap eksis meski terdesak dominasi skutik.
Berdasarkan data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), total penjualan sepeda motor di Indonesia selama Januari hingga Desember 2024 mencapai 6.333.310 unit. Dari angka tersebut, skutik menguasai pasar secara mutlak dengan porsi 90,39 persen atau sekitar 5,72 juta unit.
Sementara itu, motor bebek masih mampu memberikan kontribusi 5,40 persen, setara dengan 342 ribu unit. Angka ini justru naik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 5,08 persen atau sekitar 316 ribu unit. Motor sport sendiri berada sedikit di bawah motor bebek dengan pangsa pasar 4,21 persen atau sekitar 266 ribu unit.
Meski terlihat kecil jika dibandingkan skutik, penjualan motor bebek yang menembus ratusan ribu unit dalam setahun menandakan segmen ini belum sepenuhnya ditinggalkan. Bahkan kenaikan tipis di 2024 memperlihatkan adanya basis pengguna loyal yang terus bertahan.
Di tengah gempuran motor matik yang praktis, motor bebek tetap diminati karena sejumlah keunggulan. Salah satunya adalah efisiensi bahan bakar. Beberapa model terbaru seperti Honda Revo atau Supra X 125 mampu menempuh jarak hingga 60 km per liter, menjadikannya pilihan ekonomis untuk pemakaian harian maupun jarak jauh.
Motor bebek juga cenderung lebih terjangkau dibanding skutik atau motor sport, sehingga menarik bagi konsumen yang mempertimbangkan biaya. Dari sisi perawatan, motor bebek dikenal lebih sederhana sehingga mudah diperbaiki di bengkel manapun. Suku cadangnya pun melimpah dan relatif murah.
Selain itu, motor bebek punya keunggulan di medan berat seperti jalan berbatu, tanjakan curam, maupun kondisi pedesaan. Ketua Komersial AISI, Sigit Kumala, juga menegaskan bahwa motor bebek masih sangat relevan di daerah yang memiliki kontur jalan sulit, di mana motor matik sering kewalahan.
Meski dominasi pasar kini mutlak dikuasai skutik, motor bebek belum hilang karena masih banyak konsumen yang membutuhkannya. Mayoritas pengguna motor bebek berasal dari kawasan pedesaan, pelajar, pekerja lapangan, hingga pelaku usaha kecil yang membutuhkan kendaraan tangguh dengan biaya operasional rendah.
Ada juga yang lebih nyaman mengendarai motor manual karena memberikan kontrol penuh saat melaju di jalan menanjak atau saat membawa beban berat. Bagi sebagian pengendara, sensasi memindah gigi manual pada motor bebek menghadirkan pengalaman berkendara yang lebih “hidup”.
Tak kalah penting, faktor harga juga membuat motor bebek tetap rasional dipilih, terutama di tengah fluktuasi harga BBM dan kenaikan biaya hidup. Meski harga motor baru naik sekitar Rp800 ribu hingga Rp2 juta, motor bebek masih menjadi opsi paling terjangkau dibanding segmen lainnya.
Dengan pangsa pasar sekitar 5,4 persen atau 342 ribu unit pada 2024, motor bebek memang tak lagi berjaya seperti era 2010-an. Namun keunggulan dalam konsumsi bahan bakar, harga beli, ketangguhan di jalan berat, serta biaya perawatan yang rendah memastikan motor bebek tetap relevan di tengah dominasi skutik. Fakta ini sekaligus menegaskan bahwa kebutuhan konsumen Indonesia sangat beragam dan belum seluruhnya bisa digantikan oleh kenyamanan otomatis motor matik.(yogi/*)