Radarlambar.bacakoran.co- Saint Helena sering dikenal sebagai pulau pengasingan terakhir Napoleon Bonaparte. Namun, jauh dari sekadar catatan sejarah, pulau kecil di Atlantik Selatan ini menyimpan kekayaan alam luar biasa yang jarang tersorot.
Terletak sekitar 2.000 kilometer dari pesisir Afrika dan hampir separuh jalan menuju Brasil, Saint Helena disebut sebagai salah satu pulau paling terpencil di dunia. Sampai 2017, satu-satunya cara untuk mencapainya adalah melalui perjalanan laut selama enam hari dari Afrika Selatan. Kini, pesawat dengan waktu tempuh sekitar enam jam sudah bisa membawa penumpang ke sana.
Duduk di ketinggian 800 meter di atas permukaan laut, udara Saint Helena segar dan bersih, dengan angin asin khas lautan terbuka. Bukan hanya lokasi yang unik, tetapi juga keanekaragaman hayatinya. Pulau ini memiliki lebih dari 500 spesies endemik, menjadikannya salah satu wilayah dengan tingkat keragaman hayati tertinggi per kilometer persegi, bahkan melampaui Kepulauan Galapagos.
Sejak lama Saint Helena telah memikat para ilmuwan. Charles Darwin mencatat keistimewaan ekosistemnya ketika menginjakkan kaki di sana pada 1836. Kini, kawasan laut seluas 445 km² di sekitar pulau dilindungi, menjadikannya surga bagi berbagai satwa laut: dari penyu hijau, hiu martil, ikan pari setan, hingga paus bungkuk yang bermigrasi saban musim.
Yang paling langka adalah kehadiran hiu paus—spesies ikan terbesar di dunia. Dari November hingga Maret, perairan sekitar pulau menjadi tempat berkumpulnya hiu paus jantan dan betina dewasa. Fenomena ini nyaris tidak ditemukan di tempat lain di dunia.
Menurut Ini Kenickie Andrews dari Saint Helena National Trust, peluang emas untuk mengamati perilaku mereka secara langsung, termasuk potensi berkembang biak
Namun, semua kegiatan wisata alam dilakukan dengan prinsip konservasi ketat. Tak ada sentuhan langsung ke satwa, dan interaksi dilakukan dengan jarak serta durasi terbatas. Tujuannya jelas: menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan perlindungan lingkungan.
Di daratan, kehidupan pun berjalan selaras dengan alam. Dengan penduduk hanya sekitar 4.000 orang, sebagian besar rumah tangga di Saint Helena menanam sayur dan buah sendiri. Kemandirian pangan bukan sekadar gaya hidup, tetapi kebutuhan di pulau yang begitu jauh dari pusat pasokan global.
Saint Helena mungkin terpencil, namun justru karena keterpencilannya, ia tetap terjaga. Kini, pulau itu tak hanya menyimpan sejarah besar dunia, tapi juga masa depan riset kelautan dan ekowisata berkelanjutan.(*)