Radarlambar.bacakoran.co – Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk hak-hak masyarakat adat, Albert Kwokwo Barume, melakukan kunjungan ke Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 7 Juli 2025. Kunjungan ini menjadi bagian dari rangkaian lawatan akademik ke sejumlah wilayah di Indonesia untuk melihat langsung kondisi masyarakat adat yang terdampak proyek pembangunan.
Sebelumnya, Barume telah berada di Jayapura, Papua, pada 4–5 Juli 2025 untuk mendengar situasi masyarakat adat yang terdampak proyek strategis nasional (PSN) serta ekspansi perkebunan sawit. Di Papua, berbagai komunitas adat menyampaikan harapan agar kehadiran Barume dapat menjadi jembatan solusi bagi persoalan mereka.
Dari Papua, Barume melanjutkan perjalanan ke NTT pada 6 Juli 2025. Dari Labuan Bajo, ia menempuh perjalanan darat sekitar enam jam menuju Poco Leok. Di sana, ia bertemu lebih dari seratus perwakilan komunitas adat dari Flores, Sumba, Timor, hingga Lembata. Pertemuan berlangsung di Rumah Adat Gendang Tere, Desa Mocok, Kecamatan Satar Mese.
Wilayah Poco Leok tengah menghadapi ketegangan akibat rencana perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu. Proyek geothermal ini ditolak oleh masyarakat adat setempat karena dikhawatirkan akan mengancam ruang hidup, merusak mata air, dan mengganggu keseimbangan lingkungan yang menjadi sumber penghidupan warga.
Albert Barume, yang mulai menjalankan tugas sebagai pelapor khusus sejak Januari 2025, menegaskan bahwa kunjungannya bertujuan memperkuat suara masyarakat adat. Dalam enam bulan pertama masa jabatannya, ia berupaya mengunjungi sebanyak mungkin komunitas adat untuk mendengar langsung kesaksian mereka.
Meski kunjungan bersifat tidak resmi, Barume memiliki keleluasaan untuk melihat kondisi lapangan dan mendengar pengalaman masyarakat. Namun, ia tidak berwenang memberikan penilaian atau komentar terhadap pemerintah dan perusahaan yang terlibat dalam konflik lahan adat. Peran utamanya adalah mencatat dan membawa aspirasi tersebut ke forum internasional sebagai bagian dari mandat PBB.
Kunjungan ini diinisiasi oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) untuk memberikan ruang bagi masyarakat adat menyampaikan persoalan mereka secara langsung kepada perwakilan PBB. Kehadiran Barume diharapkan menjadi langkah awal yang memperkuat advokasi masyarakat adat dalam memperjuangkan hak-hak mereka atas tanah dan sumber daya alam. (*/edi)