LUMBOKSEMINUNG - Proyek pembangunan Pasar Tematik Jelajah Danau Ranau di Kabupaten Lampung Barat, yang menghabiskan anggaran fantastis Rp70 miliar bersumber dari APBN tahun 2024, terus menuai sorotan.
Setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya denda keterlambatan (finalty) hampir Rp2 miliar yang dibebankan kepada kontraktor pelaksana, kini anggota DPRD Lampung Barat dari Dapil I, Fraksi PKS, Nopiyadi, turut angkat bicara.
Menurut Nopiyadi, publik patut mengetahui secara jelas sumber dana yang digunakan kontraktor untuk membayar denda finalty.
"Nominal hampir Rp2 miliar itu bukan angka kecil. Pertanyaannya, dari mana uang denda itu diambil? Kalau berasal dari keuntungan kontraktor, berarti mereka menerima konsekuensi bisnisnya. Tapi kalau sampai mengurangi volume atau kualitas fisik bangunan, itu masalah serius yang harus diselidiki," tegasnya.
Ia menambahkan, proyek sebesar ini tidak boleh menyisakan tanda tanya, apalagi terkait kualitas konstruksi dan nilai manfaatnya bagi masyarakat.
"Pasar ini digadang-gadang jadi ikon wisata yang mengkombinasikan pusat perdagangan, tapi justru meninggalkan masalah. Molor, kena denda besar, dan belum selesai urusan transparansi pengelolaannya. Ini patut jadi evaluasi menyeluruh," ujarnya.
Lebih jauh, Nopiyadi mempertanyakan kinerja Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam mengawal proyek. Ia mengakui faktor cuaca dan geografis bisa menjadi hambatan, namun bukan alasan tunggal yang membenarkan keterlambatan hingga menimbulkan denda miliaran.
"Faktor alam memang bisa mempengaruhi, tapi tidak bisa dijadikan tameng untuk menutupi kekurangan perencanaan dan pengawasan. Kalau pengawasan ketat dan komitmen kuat, kendala teknis bisa diantisipasi. Di sinilah peran PPK harus diuji," katanya.
Tak kalah penting, Nopiyadi juga mengungkapkan kekhawatiran atas dugaan ketidaktransparanan pengelolaan pendapatan Pasar Tematik setelah beroperasi.
"Pasar ini punya potensi PAD yang besar. Tapi sampai sekarang, berapa besar pendapatannya dan ke mana alokasinya, itu masih gelap bagi publik. Jangan sampai pasar megah ini hanya menjadi monumen tanpa kontribusi nyata ke kas daerah," sindirnya
Sementara itu, Sebelumnya, mantan Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Lampung Barat, Tri Umaryani, membenarkan adanya denda finalty yang nilainya hampir Rp2 miliar. Namun, hingga saat ini baru sekitar 50 persen dari total denda yang masuk ke kas daerah.
Menurut Tri, keterlambatan pengerjaan proyek disebabkan curah hujan tinggi, kondisi geografis lokasi pembangunan, hingga kendala teknis di lapangan. Meski demikian, BPK tetap menetapkan denda sesuai ketentuan kontrak karena pekerjaan melewati batas waktu yang disepakati.
Pasar Tematik Jelajah Danau Ranau dibangun dengan desain modern bernuansa wisata dan diharapkan menjadi pusat aktivitas perdagangan baru di Lampung Barat. Namun, dengan adanya denda besar, keterlambatan penyelesaian, dan sorotan atas pengelolaan pasca-proyek, ikon perdagangan ini kini berada dalam pusaran kritik publik dan legislatif. (edi/lusiana)