PESISIR TENGAH - Banjir yang melanda Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar), beberapa waktu lalu menjadi perhatian serius Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Pesbar. Setelah melakukan kajian, UPTD KPH telah menyusun analisis hidrologi terkait penyebab dan dampak banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Tuok.
Seluruh hasil analisis itu telah disampaikan ke Pemerintah Kabupaten Pesbar melalui Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) serta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat.
Kepala UPTD KPH Pesbar, Dadang Trianahadi, S.P., M.M., mengaku sebelumnya KPH setempat juga telah menyampaikan hasil analisis mengenai banjir Way Tuok itu ke Pemkab setempat. Hasil analisis itu diharapkan menjadi dasar pengambilan keputusan dan langkah mitigasi pemerintah daerah.
“Kami sudah menyerahkan hasil analisis secara resmi, lengkap dengan data teknis dan rekomendasi penanganan. Harapan kami, Pemkab Pesbar bisa segera menindaklanjuti agar persoalan banjir ini tidak lagi menjadi bencana berulang,” kata Dadang, Selasa, 16 September 2025.
Dalam laporan tersebut dijelaskan, curah hujan ekstrem yang mencapai 168 milimeter menjadi pemicu utama luapan Sungai Way Tuok. Debit air yang besar membuat aliran sungai meluap hingga menutup akses jalan, merendam permukiman, bahkan mencapai area kantor Bupati Pesbar. Kawasan terdampak meliputi perkantoran pemerintah di Kelurahan Pasar Krui, Pasar Mulya Barat, Pasar Ulu II, serta permukiman warga di Lebak Kelurahan Pasar Kota Krui.
“Hasil analisis itu juga menjelaskan bahwa untuk kondisi daerah tangkapan air (DTA) Way Tuok yang memiliki luas 181 hektare atau 1,81 kilometer persegi,” jelasnya.
Ditambahkannya, wilayah itu meliputi Kelurahan Pasar Krui, Kelurahan Kampung Jawa dan Pekon Rawas. Dari data Digital Elevation Model (DEM), diketahui total panjang aliran mencapai 6,13 kilometer dengan sungai utama sepanjang 1,21 kilometer. Sementara titik outlet banjir memiliki lebar sekitar tujuh meter dan kedalaman kurang lebih 1,8 meter. Selain faktor curah hujan, banjir diperparah oleh hilangnya fungsi resapan alami, menyusutnya kapasitas aliran sungai akibat sedimentasi dan sampah, serta minimnya sumur resapan di kawasan pemukiman.
“Fungsi-fungsi penting seperti kolam resapan, rawa, maupun sempadan sungai sudah banyak berkurang. Kondisi ini membuat air tidak tertampung dengan baik dan akhirnya meluap ke permukaan,” jelasnya.
Dalam dokumen yang diserahkan ke Pemkab, kata dia, UPTD KPH juga menyertakan saran tindak lanjut. Untuk jangka pendek, direkomendasikan normalisasi sungai, pembersihan drainase, serta rehabilitasi lahan vegetatif. Jangka menengah meliputi pengerukan sungai di titik kritis, perbaikan drainase, pembangunan tanggul kecil, hingga pemasangan sistem peringatan dini berbasis alat ukur curah hujan otomatis dan water-level gauge yang terintegrasi dengan BPBD dan BMKG Lampung.
“Sedangkan jangka panjang, UPTD KPH menyarankan penerapan manajemen DAS terpadu, pembangunan kolam tampungan, pengendalian erosi, serta kemungkinan pembangunan kanal bypass,” ujarnya.
Tidak kalah penting kata Dadang, sosialisasi dan latihan evakuasi warga secara berkala juga menjadi rekomendasi agar kesiapsiagaan masyarakat semakin baik. Pemerintah daerah pun diminta mengkaji ulang lokasi infrastruktur vital yang berada di kawasan rawan banjir, termasuk kantor pemerintahan dan fasilitas publik.
“Analisis ini bukan hanya untuk menggambarkan kondisi DAS Way Tuok saat ini, tapi sebagai panduan langkah strategis pemerintah daerah. Kami berharap ada kolaborasi lintas sektor, mulai dari kehutanan, lingkungan hidup, hingga perencanaan wilayah, agar mitigasi banjir bisa lebih efektif,” tandasnya. (yayan/*)