Respons MUI soal Selebgram Transgender Isa Zega Alias Sahrul Pergi Umrah dengan Pakaian Wanita
Isa Zega Alias Sahrul. --
Radarlambar.bacakoran.co – Ibadah umrah yang dilakukan selebgram transgender Isa Zega menjadi sorotan setelah ia mengenakan pakaian ihram wanita meski ia merupakan seorang laki-laki yang mengubah penampilannya menjadi perempuan. Isa Zega, yang memiliki nama asli Sahrul, menunaikan umrah dengan mengenakan pakaian wanita, yang memicu pertanyaan terkait kesesuaian tindakan tersebut dengan ajaran agama Islam.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan respons tegas terkait hal ini. Menurut Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Ni’am Sholeh, Islam mengajarkan bahwa tindakan yang bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, seperti seorang laki-laki yang berperilaku menyerupai perempuan, adalah sesuatu yang diharamkan. Dalam konteks ibadah umrah, aturan dasar yang berlaku adalah bahwa setiap individu harus mengikuti ketentuan ibadah sesuai dengan jenis kelamin yang sesungguhnya.
Asrorun menjelaskan bahwa meskipun seseorang yang melakukan ibadah umrah mengenakan pakaian wanita, seperti dalam kasus Isa Zega, ia tetap dianggap terikat dengan aturan ibadah sebagai laki-laki karena jenis kelaminnya yang asli adalah laki-laki. Dalam pandangan MUI, meski berpenampilan seperti perempuan, seorang lelaki tetap harus mengikuti aturan ibadah yang berlaku untuk laki-laki.
Namun, Asrorun juga memberikan pengecualian bagi individu dengan kondisi kelamin ganda. Dalam kasus ini, keputusan tentang jenis kelamin yang digunakan dalam ibadah dapat disesuaikan dengan ciri kelamin yang lebih dominan. Jika seseorang memiliki kelamin ganda, maka mereka boleh menentukan jenis kelamin mana yang lebih dominan dan mengikuti aturan ibadah sesuai dengan jenis kelamin tersebut. Selain itu, individu yang mengalami kondisi ini juga diperbolehkan untuk melakukan tindakan medis untuk menyempurnakan kelaminnya.
Di sisi lain, Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI, Cholil Nafis, menyatakan bahwa untuk memutuskan apakah tindakan Isa Zega dalam ibadah umrah tersebut termasuk penistaan agama atau tidak, MUI memerlukan kajian lebih lanjut. Biasanya, MUI akan menunggu adanya laporan dari masyarakat untuk dapat menilai apakah tindakan tersebut melanggar ajaran agama Islam atau tidak.
Dengan pernyataan ini, MUI mengingatkan pentingnya mengikuti aturan ibadah yang sesuai dengan ajaran Islam dan menjelaskan bahwa segala tindakan yang menyimpang dari fitrah manusia harus dievaluasi secara hati-hati. MUI juga menyatakan akan mengkaji lebih lanjut masalah ini sesuai dengan prosedur yang berlaku. (*)