Virus Babi Afrika Merebak di Papua Tengah, Dampaknya Terhadap Harga Daging Sapi dan Konsumsi Masyarakat

Babi. Foto/net--

Radarlambar.bacakoran.co -Wabah Virus Babi Afrika (ASF) yang melanda Provinsi Papua Tengah telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, terutama yang biasanya mengonsumsi daging babi. Masyarakat kini enggan mengonsumsi daging babi karena khawatir akan tertular virus ASF, yang menyebabkan beberapa peternak babi mengalami kerugian besar.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Penjabat Gubernur Papua Tengah, Anwar Damanik, virus ASF ini telah membuat banyak warga beralih mengonsumsi daging lain, seperti ayam dan sapi, terutama selama perayaan Natal dan Tahun Baru. Perubahan pola konsumsi ini memicu lonjakan permintaan daging sapi yang signifikan, yang pada gilirannya menyebabkan harga daging sapi meningkat dari Rp 150.000 per kilogram menjadi Rp 180.000 per kilogram.

Anwar Damanik menegaskan bahwa pemerintah provinsi telah membentuk satgas untuk menangani penyebaran virus ASF yang kini semakin meluas di wilayah tersebut. Ia juga menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan masalah ini dengan cepat, dan menjamin bahwa pemerintah akan memberikan subsidi agar harga daging tetap terjangkau dan stabil.

Pemerintah daerah pun berusaha mengatasi lonjakan harga daging ini dengan langkah-langkah strategis, sambil memastikan agar masyarakat tidak perlu panik menghadapi situasi tersebut. Anwar menegaskan bahwa upaya untuk mengatasi wabah ini sedang berjalan dan diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di Papua Tengah, khususnya menjelang pergantian tahun.

Virus ASF Pertama Kali Terdeteksi di Nabire
Sebelum virus ini menyebar luas, wabah ASF pertama kali terdeteksi di Kabupaten Nabire pada 8 November 2024. Kepala Dinas Peternakan Nabire, I Dewa Ayu Dwita, menjelaskan bahwa setelah menerima laporan mengenai ternak babi yang sakit, petugas langsung turun ke lapangan untuk memberikan pengobatan. Namun, ternak tersebut mati dalam waktu singkat, yang memicu peningkatan angka kematian pada babi-babi lainnya.

Pihak Dinas Peternakan Nabire segera mengambil langkah-langkah pencegahan dengan mengirim sampel darah dari ternak yang mati untuk diuji di laboratorium. Hasil pemeriksaan mengonfirmasi bahwa virus ASF menjadi penyebab kematian massal ternak tersebut. Sebagai tindak lanjut, dinas tersebut melaksanakan tindakan pencegahan dengan penyemprotan disinfektan di kandang ternak dan memperketat peraturan terkait pergerakan ternak babi di wilayah tersebut.

Untuk memerangi wabah ASF, Pemerintah Kabupaten Nabire telah membentuk tim satgas penanggulangan ASF yang melibatkan berbagai instansi terkait. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan surat edaran yang melarang pergerakan ternak babi keluar masuk wilayah tersebut guna menghindari penyebaran virus lebih lanjut.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan