Presiden Prabowo Soroti Vonis Ringan untuk Koruptor: Harus Ada Hukuman yang Setimpal

Prabowo saat menyampaikan pidatonya pada sesi khusus Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-11 Developing Eight (D-8) di Istana Kepresidenan New Administrative Capital, Kairo, Mesir. // Foto:Biro Setpres.--

Radarlambar.bacakoran.co -Pada hari Senin (30/12) di Jakarta, Presiden Prabowo Subianto memberikan pengarahan dalam Musrenbangnas RPJMN 2025-2029. Dalam kesempatan tersebut, ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas terhadap koruptor, terutama yang merugikan negara dalam jumlah besar. Prabowo menilai bahwa hukuman terhadap pelaku korupsi yang jelas-jelas melanggar hukum dan menyebabkan kerugian negara triliunan rupiah harus lebih berat dan tidak bisa dianggap enteng.

Ia mengungkapkan bahwa dalam kasus-kasus besar seperti ini, vonis yang terlalu ringan tidak hanya merugikan keadilan, tetapi juga bisa mencederai rasa keadilan masyarakat. Presiden juga menegaskan bahwa masyarakat Indonesia sangat paham bahwa korupsi yang menyebabkan kerugian negara triliunan rupiah harus mendapat hukuman yang setimpal. Masyarakat akan sangat kecewa jika pelaku korupsi dihukum ringan meskipun kerugian negara yang ditimbulkan sangat besar.

Vonis Ringan pada Kasus Korupsi Besar

Salah satu contoh yang dikomentari oleh Presiden Prabowo adalah kasus Harvey Moeis, yang merupakan suami selebriti Sandra Dewi, dan terlibat dalam dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah. Kasus ini menimbulkan sorotan publik karena nilai kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 300 triliun, namun vonis yang dijatuhkan terhadap Harvey Moeis hanya 6,5 tahun penjara. Padahal, jaksa penuntut umum sebelumnya menuntutnya dengan pidana penjara 12 tahun. Vonis yang lebih ringan ini jelas menciptakan ketidakpuasan di masyarakat.

Presiden Prabowo tidak secara langsung menyebut nama Harvey Moeis dalam pidatonya, namun jelas bahwa pernyataannya merujuk pada kasus-kasus serupa, di mana korupsi dalam skala besar tidak dihukum dengan tegas. Prabowo menegaskan bahwa jika hukuman untuk koruptor besar tidak sesuai dengan kerugian yang ditimbulkan, maka sistem peradilan bisa dipertanyakan. Ia pun menambahkan bahwa rakyat di Indonesia sangat paham bahwa koruptor yang menyebabkan kerugian negara sebesar itu harus dihukum dengan seberat-beratnya.

Kritik kepada Sistem Pemasyarakatan

Dalam kesempatan tersebut, Prabowo juga menyindir bahwa pelaku korupsi yang mendapat vonis ringan bisa saja mendapatkan perlakuan istimewa di penjara, seperti fasilitas AC, kulkas, dan televisi. Pernyataan ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap fasilitas yang mungkin diberikan kepada narapidana koruptor yang mendapat hukuman ringan. Presiden pun mengingatkan Menteri Pemasyarakatan dan Jaksa Agung untuk memastikan bahwa langkah banding segera diambil jika diperlukan, dan vonis yang dijatuhkan harus sesuai dengan besarnya kerugian negara.

Jaksa Mengajukan Banding atas Vonis Ringan

Terkait dengan putusan vonis terhadap Harvey Moeis, Kejaksaan Agung telah mengajukan banding. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengonfirmasi bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding pada Jumat (27/12) karena merasa bahwa vonis yang dijatuhkan terlalu ringan. Banding ini diajukan setelah JPU menilai bahwa kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan korupsi ini sangat besar, dan seharusnya hukuman yang dijatuhkan juga harus mencerminkan besarnya kerugian tersebut.

Selain pidana penjara, Harvey Moeis juga dikenakan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar. Meskipun begitu, putusan ini masih jauh lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang meminta agar Harvey dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.

Harapan Agar Proses Hukum Berjalan Adil dan Tegas

Presiden Prabowo mengingatkan bahwa sistem hukum di Indonesia harus dapat memberikan rasa keadilan kepada masyarakat, khususnya dalam kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan kerugian negara. Ia menegaskan bahwa penegakan hukum yang tegas dan adil sangat penting untuk menjaga integritas sistem peradilan dan untuk memenuhi harapan masyarakat agar koruptor dihukum dengan setimpal. Proses banding terhadap kasus Harvey Moeis ini menjadi ujian bagi sistem peradilan Indonesia, di mana keputusan yang lebih tegas diharapkan bisa dijatuhkan untuk memberi efek jera bagi para pelaku korupsi. (*)
 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan