Pejabat Tanpa Pengawalan dan Transportasi Dinas, Mungkinkah?
Di Indonesia pejabat negara umumnya mendapatkan fasilitas eksklusif mulai dari kendaraan dinas hingga pengawalan polisi untuk menghindari kemacetan. -Ilustrasi-net.--
Radarlambar.bacakoran.co - Di Indonesia, pejabat negara umumnya mendapatkan fasilitas eksklusif, mulai dari kendaraan dinas hingga pengawalan polisi untuk menghindari kemacetan. Namun, pemandangan pejabat yang memilih menggunakan transportasi umum masih tergolong langka.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menilai bahwa pengawalan bagi pejabat semestinya hanya diberikan kepada Presiden dan Wakil Presiden.
Ia menyoroti dampak dari banyaknya kendaraan pejabat yang dikawal setiap hari, yang justru memperparah kemacetan dan mengganggu pengguna jalan lain.
Menurutnya, jalan yang dibangun dari pajak rakyat seharusnya bisa diakses secara adil oleh semua orang, kecuali dalam kondisi tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 134 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Djoko juga mendorong para pejabat untuk menjadi contoh dalam penggunaan transportasi publik. Dengan merasakan langsung kondisi transportasi umum, mereka akan lebih memahami tantangan yang dihadapi masyarakat sehari-hari.
Jakarta sendiri telah memiliki sistem transportasi yang cukup terintegrasi. Hampir di setiap sudut kota, dalam radius kurang dari 500 meter, masyarakat bisa menemukan halte atau stasiun angkutan umum, mulai dari bus, KRL, LRT, MRT, hingga moda transportasi lainnya seperti ojek dan bajaj.
Djoko menegaskan bahwa pembiasaan penggunaan transportasi umum oleh pejabat, minimal sekali dalam seminggu, dapat memberikan dampak positif dalam kebijakan transportasi ke depan.
Ia mencontohkan Swedia sebagai negara yang tidak memberikan fasilitas kendaraan dinas bagi pejabatnya, kecuali untuk perdana menteri. Di sana, politisi diwajibkan menggunakan transportasi umum seperti warga biasa, dan mereka yang menyalahgunakan dana publik untuk perjalanan pribadi akan menjadi sorotan media.
Di Indonesia, aturan terkait kendaraan dinas pejabat diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1980 dan diperbarui melalui PMK 138 Tahun 2024. Aturan terbaru ini menetapkan bahwa menteri berhak mendapatkan dua unit mobil dinas, sementara wakil menteri mendapat satu unit.
Perdebatan mengenai fasilitas pejabat terus berlanjut. Apakah Indonesia siap mengikuti jejak negara-negara maju dengan membatasi hak istimewa pejabat dan mendorong mereka untuk lebih dekat dengan kehidupan masyarakat? Atau, fasilitas ini tetap dipertahankan dengan alasan efektivitas kerja? (*/rinto)