Kerajaan Ternate: Sejarah, Kejayaan, dan Perjuangan Melawan Penjajah

Kerajaan Ternate / Foto--Net.--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Kerajaan Ternate adalah salah satu kerajaan Islam tertua di Maluku yang masih bertahan hingga saat ini. Kerajaan ini didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257 M dengan nama awal Kerajaan Gapi. Awalnya belum bercorak Islam, namun agama ini mulai berkembang pada abad ke-14 dan menjadi agama resmi kerajaan di bawah kepemimpinan Raja Marhum (1432-1486 M).

Puncak kejayaan Ternate terjadi di bawah Sultan Baabullah (1570-1583 M), yang berhasil mengusir Portugis dan memperluas wilayah kekuasaan hingga Maluku, Sulawesi, serta Filipina bagian selatan. Meskipun sempat berada di bawah kendali VOC, Kerajaan Ternate tetap eksis dengan Sultan Hidayatullah Syah bin Mudaffar Syah sebagai pemimpin sejak 18 Desember 2021.

Pulau Gapi, yang kini dikenal sebagai Ternate, mulai dihuni oleh para pendatang dari Halmahera pada awal abad ke-13. Saat itu, terdapat empat kampung yang dipimpin oleh momole (kepala marga) yang aktif berdagang dengan pedagang dari berbagai wilayah. Untuk mengatasi ancaman perompak dan memperkuat perdagangan, Momole Guna mengusulkan pembentukan pemerintahan yang lebih terorganisir. Pada tahun 1257, Momole Ciko dinobatkan sebagai kolano pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo. Seiring berkembangnya kerajaan, nama Gapi berubah menjadi Kerajaan Ternate.

Ternate bersaing dengan Tidore, Jailolo, dan Bacan untuk dominasi di Maluku. Pada masa Sultan Kolano Cili Aiya (1322-1331), terbentuk Persekutuan Moti atau Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku) untuk menyatukan kekuatan kerajaan-kerajaan Maluku. Islam mulai diperkenalkan melalui para pedagang Arab, namun baru menjadi agama resmi pada abad ke-15 di bawah Sultan Zainal Abidin (1486-1500). Ia mengubah gelar kolano menjadi sultan dan mendirikan madrasah pertama di Ternate.

Pada tahun 1512, Portugis tiba di Ternate dan mendapat izin berdagang dari Sultan Bayanullah (1500-1521). Namun, mereka memiliki ambisi untuk menguasai perdagangan rempah-rempah. Setelah wafatnya Sultan Bayanullah, terjadi perebutan kekuasaan yang memicu perang saudara.

Pada abad ke-15, Kerajaan Ternate berkembang pesat dalam perdagangan dan pelayaran. Kejayaan tertinggi terjadi di bawah kepemimpinan Sultan Baabullah (1570-1583 M), yang berhasil mengusir Portugis dari Maluku pada tahun 1577 M. Kemenangan ini menjadikan Ternate sebagai kekuatan besar di Asia Tenggara, dengan wilayah kekuasaan yang luas hingga Filipina selatan.

Namun, usai Sultan Baabullah wafat sekitar 1583 M, Ternate tersebut mulai mundur. Spanyol berhasil merebut Benteng Gamulamu pada 1606 M, memperburuk situasi politik kerajaan. Kedatangan VOC semakin memperparah kondisi dengan membangun benteng di Ternate dan memonopoli perdagangan rempah-rempah. Pada akhir abad ke-17, kerajaan berada di bawah kendali VOC meskipun tetap eksis secara simbolis.

Hingga kini, berbagai peninggalan sejarah Ternate masih dapat ditemukan, seperti:

- Istana Kerajaan Ternate

- Kompleks Makam Sultan Ternate

- Masjid Jami' Kerajaan Ternate

- Koleksi artefak di Museum Kesultanan Ternate, termasuk singgasana raja dan manuskrip kuno

Setelah wafatnya Sultan Baabullah, Spanyol dan Portugal mencoba merebut kembali Maluku. Ternate yang melemah akhirnya meminta bantuan Belanda pada 1603, tetapi harus menyerahkan kendali kepada VOC melalui kontrak monopoli pada 26 Juni 1607. Benteng Oranje pun didirikan sebagai pusat kekuasaan Belanda di Nusantara. Ketidakpuasan terhadap VOC memicu berbagai pemberontakan rakyat Maluku sepanjang abad ke-17, termasuk perlawanan Salahakan Luhu pada 1641.

Pada 1683, Sultan Sibori (1675–1691) dipaksa menandatangani perjanjian yang menjadikan Ternate sebagai kerajaan dependen Belanda, menandai berakhirnya kedaulatan penuh kerajaan. Namun, perlawanan tetap berlangsung, termasuk di bawah kepemimpinan Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1896–1927), meskipun akhirnya mengalami kegagalan.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan