TikTok Digugat Orang Tua, Dituding Sebabkan Kematian Anak

Ilustrasi TikTok. Foto-REUTERS--

Radarlambar.bacakoran.co- Sejumlah orang tua di Inggris menggugat TikTok setelah anak-anak mereka meninggal akibat mengikuti tantangan berbahaya yang viral di platform tersebut.

Gugatan ini diajukan melalui Social Media Victims Law Center, sebuah lembaga asal Amerika Serikat yang menangani kasus korban media sosial.  

Orang tua yang mengajukan gugatan ini adalah keluarga dari remaja Isaac Kenevan, Archie Battersbee, Julian "Jools" Sweeney, dan Maia Walsh.

Mereka menyalahkan TikTok karena merekomendasikan tantangan berbahaya bernama blackout challenge atau ‘tantangan mati lampu’, yang berisiko fatal. Tantangan ini mendorong peserta untuk menahan napas atau mencekik diri sendiri hingga kehilangan kesadaran, yang dalam beberapa kasus berujung pada kematian.  

Dalam gugatan yang diajukan, TikTok disebut sebagai platform yang didesain untuk menciptakan ketergantungan ekstrem pada anak-anak.

Algoritma TikTok dinilai terus menampilkan konten berbahaya kepada pengguna muda tanpa henti, sehingga meningkatkan risiko mereka untuk mencoba tantangan yang dapat mengancam keselamatan.  

Meskipun TikTok mengklaim telah memblokir tantangan tersebut sejak 2020 dan terus berupaya menghapus konten serupa, kasus-kasus kematian akibat tantangan ini masih bermunculan.

Para orang tua yang menggugat merasa bahwa langkah TikTok tidak cukup dalam melindungi anak-anak dari risiko yang ditimbulkan oleh platform tersebut.  

Selain itu, Ellen Roome, ibu dari Julian "Jools" Sweeney, berjuang agar orang tua diberikan akses ke akun anak mereka yang telah meninggal. Roome ingin mengetahui lebih banyak tentang penyebab kematian putranya, yang diduga akibat mengikuti tantangan viral dari TikTok. Namun, TikTok menolak memberikan akses tersebut.  

Roome kini memperjuangkan regulasi baru yang dikenal sebagai Jools’ Law agar orang tua bisa memperoleh akses terhadap akun anak mereka yang telah wafat.

Dia menilai TikTok memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan akses tersebut, terutama dalam kasus yang melibatkan kematian akibat konten yang beredar di platformnya.  

Kasus ini menjadi perhatian luas di Inggris dan Amerika Serikat, memunculkan kembali perdebatan mengenai tanggung jawab perusahaan media sosial dalam melindungi penggunanya, khususnya anak-anak dan remaja.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan