Memasuki 2025, 3 Kasus Pernikahan Anak di Bawah Umur

Ilsutrasi pernikahan--
BALIKBUKIT - Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lampung Barat mencatat bahwa dalam dua bulan pertama tahun 2025, sudah mengeluarkan tiga rekomendasi pernikahan anak di bawah umur. Angka ini kemungkinan masih akan terus bertambah, mengingat tahun 2025 baru saja dimulai dan fenomena ini masih menjadi permasalahan sosial yang perlu perhatian serius.
Kepala DP2KBP3A Kabupaten Lampung Barat M Danang Harisuseno, S.Ag, M.H., mengungkapkan bahwa meskipun tren pernikahan anak di bawah umur sudah semakin mendapat perhatian, angka tersebut menunjukkan bahwa masalah tersebut belum sepenuhnya teratasi. "Tahun ini, meskipun baru awal tahun, sudah ada tiga pengajuan rekomendasi pernikahan anak di bawah umur. Rata-rata calon mempelai wanita dalam kasus ini berusia di bawah umur, dan sebagian besar alasan yang diajukan adalah karena hamil di luar nikah," tegas Danang.
Menurut dia, kasus pernikahan anak di bawah umur umumnya berkaitan dengan fenomena hamil di luar nikah. Hal ini menjadi salah satu faktor pendorong utama bagi keluarga dan pihak terkait untuk mengajukan rekomendasi pernikahan anak-anak di bawah usia yang ditentukan oleh hukum. Pihak DP2KBP3A juga menegaskan bahwa meskipun langkah pernikahan dianggap sebagai jalan keluar dalam kondisi tersebut, tetap ada upaya untuk memberikan pembinaan kepada mereka agar tidak terjebak dalam situasi yang dapat merugikan masa depan mereka.
“Kami berusaha untuk memberikan pembinaan kepada pihak keluarga dan calon mempelai agar dapat memahami dampak pernikahan di bawah umur. Selain itu, kami juga mengingatkan pentingnya pendidikan dan keterampilan hidup yang layak bagi anak-anak ini untuk masa depan yang lebih baik,” tambahnya.
Lanjut dia, untuk memastikan bahwa proses pernikahan anak di bawah umur dilakukan dengan cara yang sah, DP2KBP3A mengharuskan pemohon untuk melengkapi sejumlah persyaratan administratif. Beberapa dokumen yang diperlukan antara lain KTP atau akta kelahiran calon mempelai, surat keterangan hamil (atau tidak hamil), KTP dan KK orang tua dari kedua calon mempelai, serta surat pengantar dari KUA dengan model N1, N2, dan N4.
Selain itu, calon mempelai juga harus menyertakan surat izin orang tua model N5, rekomendasi KUA model N10, serta surat pernyataan perawan dan surat keterangan domisili. Setelah seluruh persyaratan lengkap, pihak DP2KBP3A akan memberikan rekomendasi yang kemudian diteruskan ke Pengadilan Agama untuk mendapatkan keputusan hukum apakah pernikahan tersebut dapat dilangsungkan atau tidak.
Ia mengungkapkan bahwa meskipun mereka memberikan rekomendasi pernikahan anak di bawah umur, keputusan akhir tetap berada di tangan Pengadilan Agama. "Setelah kami memberikan rekomendasi, keputusan hukum ada di Pengadilan Agama. Mereka yang akan memutuskan apakah pernikahan itu sah atau tidak, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," pungkasnya.
Pihaknya berharap agar masyarakat dapat lebih aktif dalam memahami risiko pernikahan anak di bawah umur, dan juga berharap agar keluarga dan pihak terkait dapat mencari solusi alternatif yang lebih baik, seperti pendidikan dan keterampilan hidup, yang dapat mencegah terjadinya pernikahan anak di bawah umur.
“Pernikahan anak di bawah umur tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik dan mental anak, tetapi juga berisiko pada masa depan mereka. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memberikan edukasi dan pendampingan kepada keluarga dan masyarakat, agar mereka dapat membuat keputusan yang bijaksana,” tutupnya.
Dengan langkah-langkah preventif dan edukasi yang berkelanjutan, diharapkan kasus pernikahan anak di bawah umur di Kabupaten Lampung Barat dapat menurun, dan anak-anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang lebih baik untuk masa depan mereka. *