UU TNI, Komnas HAM Khawatir Hidupkan Kembali Dwifungsi

Tentara Nasional Indonesia. Foto JR--
Radarlambar.bacakoran.co - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan keprihatinannya terkait perubahan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang berpotensi menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI.
Perubahan pada Pasal 47 ayat 2 yang memperluas jabatan sipil untuk prajurit aktif dinilai bisa berlawanan dengan prinsip supremasi sipil dalam sistem demokrasi Indonesia.
Komnas HAM menyoroti bahwa RUU ini memungkinkan prajurit TNI untuk menduduki jabatan di sejumlah kementerian dan lembaga sipil, bahkan memberi presiden kewenangan untuk menambah penempatan prajurit TNI di lembaga lainnya.
Selain itu, Komnas HAM juga mengkritik perubahan pada Pasal 53 yang menaikkan batas usia pensiun prajurit TNI. Mereka menilai kebijakan ini dapat menghambat regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI, menciptakan stagnansi dalam organisasi, dan menyebabkan inefisiensi anggaran serta penumpukan personel tanpa penempatan tugas yang jelas.
Masalah jaminan kesejahteraan bagi prajurit TNI juga menjadi sorotan. Komnas HAM berpendapat bahwa perpanjangan usia pensiun tidak dapat menjadi solusi tunggal untuk masalah kesejahteraan, melainkan perlu adanya penguatan jaminan kesejahteraan yang lebih komprehensif, seperti peningkatan gaji dan tunjangan.
Proses legislasi yang berlangsung di DPR juga mendapat kritik, di mana Komnas HAM menilai tidak ada ruang partisipasi yang memadai dari publik dalam pembahasan RUU ini.
Berdasarkan temuan tersebut, Komnas HAM memberikan sejumlah rekomendasi, termasuk evaluasi menyeluruh terhadap implementasi UU TNI yang ada, jaminan partisipasi publik yang lebih inklusif dalam proses legislasi, serta upaya mencegah kembalinya dwifungsi TNI.
Sementara itu, RUU TNI diperkirakan akan dibawa ke rapat paripurna DPR pada 20 Maret 2025 untuk dibahas lebih lanjut, meskipun masih menunggu keputusan dari Badan Musyawarah DPR mengenai waktu dan jadwal pelaksanaannya. *