Dibalik 2 Kali Ramadan pada 2030, Pakar Fisika Teori IPB Ungkapkan Hal Ini

Ilustrasi ramadan Foto: Getty Images --

Radarlambar.bacakoran.co- Pada tahun 2030, umat Muslim diperkirakan akan mengalami fenomena langka, di mana bulan Ramadan terjadi dua kali dalam satu tahun Masehi. Kejadian ini menjadi perbincangan karena berkaitan dengan perbedaan panjang tahun dalam kalender Masehi dan kalender Hijriah. Fenomena ini menarik perhatian dari sisi ilmiah, khususnya dalam kajian fisika.

Menurut Prof. Husin Alatas, Guru Besar Fisika Teori di IPB University, dalam kajian fisika, konsep waktu memang merupakan sebuah misteri yang hingga kini belum sepenuhnya terpecahkan. Waktu diukur menggunakan berbagai fenomena periodik di alam, yang memanfaatkan gerak benda langit sebagai patokan. Salah satunya adalah pergerakan bulan yang digunakan dalam penanggalan kalender Hijriah.

Di sisi lain, kalender Masehi mengandalkan pergerakan matahari, dengan panjang tahun sekitar 365,24 hari. Sedangkan kalender Hijriah berpatokan pada revolusi bulan mengelilingi bumi, yang memiliki panjang tahun sekitar 354,36 hari.

Perbedaan panjang tahun ini menyebabkan adanya pergeseran tanggal dalam kalender Hijriah, yang setiap tahunnya mengalami perbedaan sekitar 10,88 hari dibandingkan kalender Masehi.

Bulan bergerak dalam dua jenis gerakan: gerak sidereal dan gerak sinodik. Gerak sidereal adalah pergerakan bulan mengelilingi bumi yang diukur berdasarkan posisi bulan terhadap benda langit tetap, seperti bintang. Sedangkan gerak sinodik mengacu pada perubahan fase bulan yang dapat diamati dari bumi, dengan satu siklusnya memakan waktu sekitar 29,53 hari.

Perbedaan antara kedua jenis gerakan ini terjadi karena selain mengorbit bumi, bulan juga mengikuti pergerakan bumi yang mengelilingi matahari. Hal ini menyebabkan adanya fase-fase bulan, mulai dari bulan baru, sabit muda, purnama, hingga sabit tua.

Fenomena Ramadan Dua Kali dalam Setahun

Perbedaan antara panjang tahun dalam kalender Masehi dan Hijriah menyebabkan pergeseran tanggal dalam kalender Hijriah. Dalam beberapa tahun tertentu, ini dapat menyebabkan bulan Ramadan terjadi dua kali dalam satu tahun Masehi. Salah satunya diperkirakan akan terjadi pada tahun 2030.

Prof. Husin menjelaskan, perhitungan matematis dan observasi langsung adalah dua metode utama dalam menentukan awal bulan dalam kalender Hijriah, termasuk untuk bulan Ramadan. Kedua metode ini, yaitu hisab (perhitungan) dan rukyat (observasi), memiliki peranan penting dalam menentukan awal bulan Hijriah dan merupakan dasar dalam prediksi dan observasi dalam sains modern.

Fenomena ini menunjukkan betapa menariknya interaksi antara astronomi dan penanggalan dalam kehidupan umat manusia, serta bagaimana sains dapat menjelaskan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan