Manfaat Sinar Matahari untuk Kesehatan Tubuh

Sinar matahari adalah sumber alami yang berperan besar dalam menjaga kesehatan tubuh, mulai dari memperkuat imun, meningkatkan mood, hingga membantu menjaga tekanan darah.Foto freepik--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Masih banyak masyarakat yang belum memahami secara utuh mengenai syarat pendapatan untuk memperoleh rumah subsidi, terutama di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait atau yang akrab disapa Ara, telah menetapkan penyesuaian batas penghasilan maksimal bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ingin mengakses program rumah subsidi di wilayah ini.
Kebijakan Terbaru: Batas Gaji Ditingkatkan
Sebelumnya, MBR yang telah menikah hanya diperbolehkan memiliki penghasilan maksimal Rp13 juta per bulan. Namun kini batas itu dinaikkan menjadi Rp 14 juta.
Sementara itu, untuk MBR yang masih lajang, batas maksimal penghasilannya ditetapkan sebesar Rp 12 juta per bulan.
Ara mengatakan, untuk wilayah Jabodetabek, sudah sepakat bahwa penghasilan maksimal Rp 12 juta bagi yang single, dan Rp 14 juta untuk yang sudah menikah. Ini perubahan yang positif.
Kebijakan ini lahir dari kesepakatan antara Menteri PKP, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho, dan Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti.
Tujuan Penyesuaian Ini
Langkah ini diambil untuk memperluas akses terhadap hunian terjangkau, mengingat harga rumah di daerah perkotaan semakin sulit dijangkau oleh sebagian besar kelompok pekerja.
Ara menjelaskan bahwa penyesuaian ini memberikan peluang lebih besar bagi kelompok MBR termasuk buruh dan pekerja informal untuk memiliki tempat tinggal yang layak.
Tantangan di Pasar Perumahan
Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menambahkan bahwa ketersediaan rumah tapak kini semakin jauh dari pusat kota. Harga rumah jenis ini kini bisa mencapai Rp 300 jutaan untuk luas sekitar 36 meter persegi.
Sementara rumah susun yang biasanya dibangun di lokasi strategis, justru memiliki harga yang lebih tinggi akibat biaya konstruksi dan infrastruktur vertikal yang tidak murah.
“Mengandalkan rumah tapak saja sudah tidak memungkinkan. Maka dari itu, kami perlu menyesuaikan syarat penghasilan agar lebih banyak masyarakat yang bisa membeli rumah melalui skema subsidi,” jelas Heru.