Ternyata Ini Alasan Mengapa Orang Barat Lebih Suka Cebok Pakai Tisu Dibandingkan Air ?

Ilustrasi. Alasan orang barat lebih suka cebok menggunakan tisu. Foto-Net--
Radarlambar.bacakoran.co- Kebiasaan masyarakat Barat yang lebih memilih tisu toilet daripada air untuk membersihkan diri usai buang air memang sering menimbulkan pertanyaan, terutama dari masyarakat di negara yang terbiasa menggunakan air.
Meski secara logika air dinilai lebih higienis, tisu tetap menjadi pilihan utama di berbagai negara Eropa dan Amerika Utara.
Secara historis, penggunaan tisu toilet memiliki akar panjang. Penemuan kertas toilet komersial pertama tercatat pada tahun 1857 di Amerika Serikat oleh Joseph Gayetty, yang memasarkan produknya dengan nama "kertas obat" yang dibasahi lidah buaya.
Namun sebelum itu, masyarakat berbagai peradaban kuno menggunakan bahan-bahan seperti rumput, daun, kain, bulu binatang, bahkan salju untuk membersihkan diri.
Tisu toilet sempat sulit diterima karena banyak orang lebih memilih bahan gratis yang tersedia di sekitar mereka. Namun seiring waktu dan perkembangan industri, tisu toilet menjadi produk rumah tangga yang lazim digunakan. Pada 1935, tisu bebas serpihan mulai dipasarkan dan menjadi titik awal popularitas tisu toilet modern.
Selain alasan historis, kondisi geografis juga memengaruhi kebiasaan ini. Negara-negara Barat, terutama di wilayah utara, mengalami musim dingin yang panjang. Sentuhan air di cuaca dingin sering kali dianggap tidak nyaman, sehingga tisu menjadi solusi praktis dan hangat.
Namun, kebiasaan ini menimbulkan kekhawatiran lingkungan. Data dari lembaga lingkungan hidup di Eropa menunjukkan bahwa rata-rata penduduk di Amerika Utara dan Eropa menghabiskan 15 hingga 20 kilogram tisu toilet per tahun.
Proses produksi tisu dari kayu berdampak pada deforestasi dan memicu masalah lingkungan lain seperti pencemaran dan pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat.
Diperkirakan lebih dari 15 juta pohon ditebang setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan tisu toilet dunia. Aktivitas ini turut mempercepat berkurangnya luas hutan dunia yang berperan penting dalam menyerap karbon dan menjaga kestabilan iklim.
Para ahli menyarankan penggunaan air atau bidet sebagai alternatif ramah lingkungan. Selain lebih higienis, pendekatan ini dinilai mampu mengurangi jejak karbon dan menjaga keberlangsungan sumber daya alam.(*)