Pengusaha Kritik Rencana Penghapusan Batas Usia dalam Lowongan Kerja, Soroti Akar Masalah Ketenagakerjaan

Pencari kerja mencari informasi lowongan pekerja. Foto-CNBC Indonesia--

Radarlambar.bacakoran.co- Rencana pemerintah untuk menghapus batasan usia dalam lowongan kerja memunculkan respons kritis dari kalangan dunia usaha. Bagi para pelaku industri, persoalan utama bukan terletak pada syarat usia, melainkan pada terbatasnya lapangan kerja yang tersedia bagi angkatan kerja yang terus bertambah.

Kalangan pengusaha menilai bahwa syarat usia selama ini bukan bentuk diskriminasi, melainkan bagian dari mekanisme seleksi awal yang dibutuhkan oleh perusahaan, khususnya pada jenis pekerjaan yang memerlukan kesiapan fisik atau ketangkasan tertentu. Di banyak sektor, kondisi fisik menjadi pertimbangan penting untuk efisiensi kerja, terutama dalam bidang-bidang operasional.

Selain itu, penggunaan syarat usia juga berfungsi mengendalikan beban biaya seleksi. Dalam praktiknya, sebuah lowongan kerja dengan kuota terbatas sering kali direspons oleh pelamar dalam jumlah yang sangat besar. Tanpa penyaringan awal seperti batasan usia, proses seleksi dapat menjadi tidak efisien dan menyita sumber daya perusahaan.

Situasi ini sekaligus menunjukkan tingginya tekanan pada pasar tenaga kerja di Indonesia. Ketimpangan antara jumlah pencari kerja dan jumlah lapangan kerja yang tersedia menjadi faktor utama yang selama ini dihadapi pelaku usaha.

Kalangan pengusaha pun menilai bahwa solusi mendasar seharusnya difokuskan pada perluasan penciptaan lapangan kerja, bukan sekadar revisi persyaratan administratif dalam lowongan. Dalam ekosistem ketenagakerjaan yang sehat, perusahaan dan pencari kerja memiliki posisi tawar yang seimbang, sebagaimana terlihat di negara-negara yang telah berhasil mengelola pasar kerja secara adaptif dan inklusif.

Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan terus mengupayakan langkah hukum untuk menghapus praktik diskriminatif dalam rekrutmen tenaga kerja. Proses ini mencakup kajian revisi terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta penyusunan aturan turunan sebagai bentuk afirmasi terhadap prinsip keadilan dalam perekrutan.

Pertarungan narasi antara inklusivitas dan efisiensi ini menunjukkan kompleksitas dunia ketenagakerjaan nasional. Di satu sisi, kebijakan harus membuka ruang yang setara bagi semua pencari kerja. Namun di sisi lain, kebijakan tersebut juga harus realistis dan adaptif terhadap kebutuhan riil pelaku usaha yang menjadi ujung tombak penciptaan lapangan kerja.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan