BMKG Umumkan Musim Kemarau 2025 Dimulai April, Ini Prediksi dan Dampaknya

Ilustrasi kemarau, peringatan dini BMKG. Foto-Net--
Radarlambar.bacakoran.co -Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa Indonesia memasuki fase awal musim kemarau tahun 2025. Musim kemarau diperkirakan mulai terjadi sejak April, diawali di wilayah selatan seperti Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara, lalu menyebar secara bertahap ke wilayah lainnya.
Secara geografis, Indonesia hanya mengenal dua musim, yaitu hujan dan kemarau. Hal ini disebabkan posisi negara yang berada di antara dua samudra besar, Pasifik dan Hindia, serta dua benua, Asia dan Australia. Pergerakan angin timuran atau Monsun Australia yang masuk ke wilayah selatan menjadi tanda transisi dari musim hujan ke musim kemarau.
Untuk menghadapi musim kemarau 2025, BMKG juga menerbitkan buku Prediksi Musim Kemarau yang memuat informasi penting dan rekomendasi mitigasi, khususnya bagi sektor pertanian, lingkungan, kesehatan, energi, dan pengelolaan air.
Musim kemarau biasanya menimbulkan tantangan terkait ketersediaan air, sehingga BMKG mengimbau masyarakat agar menggunakan air secara hemat dan bijak agar terhindar dari dampak kekeringan.
Berdasarkan analisis iklim global dan regional, musim kemarau tahun ini diprediksi berdurasi lebih singkat di sekitar 59% wilayah Indonesia, yang mencakup 409 Zona Observasi Meteorologi (ZOM). Wilayah Nusa Tenggara, Jawa Timur, Bali, dan NTB diperkirakan mulai mengalami musim kemarau lebih awal pada April. Wilayah lain seperti Jawa bagian tengah dan barat, serta Sumatera, akan mengikuti, kemudian daerah utara seperti Kalimantan dan sebagian Sulawesi, sementara Papua dan Maluku diperkirakan memasuki musim kemarau pada Agustus.
Puncak musim kemarau diprediksi berlangsung dari Juni hingga Agustus 2025, dengan potensi dimulai lebih awal dari biasanya di beberapa daerah. BMKG memperkirakan sekitar 60% wilayah akan mengalami kemarau normal, 26% wilayah cenderung lebih basah dari normal, dan sekitar 14% wilayah lebih kering dari rata-rata.
Fenomena iklim global seperti El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) berada dalam kondisi netral, sehingga diperkirakan tidak ada gangguan iklim besar pada Samudra Pasifik maupun Hindia sampai pertengahan tahun ini.
Dampak musim kemarau akan terasa terutama pada sektor pertanian dan perkebunan, penyediaan energi, serta pengelolaan sumber daya air. Wilayah utara Jawa Barat, sebagai sentra produksi padi, berpotensi mengalami kemarau lebih panjang, sehingga perlu perhatian ekstra.
BMKG menekankan pentingnya upaya penghematan air dan pelestarian sumber air alami agar ketersediaan air tetap terjaga sepanjang musim kemarau 2025. (*)