Demo Ojol 20 Mei 2025: Ribuan Driver Tuntut Keadilan Tarif dan Sanksi untuk Aplikator

Ilustrasi. Pemerintah minta maaf ke para ojek online soal belum maksimalnya pemberian bantuan hari raya. -Foto-net.--

Radarlambar.bacakoran.co -Lebih dari 25.000 mitra driver ojek online (ojol) dari berbagai wilayah di Jawa dan Sumatera menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di Jakarta. Aksi ini tidak hanya menjadi bentuk protes terhadap aplikator seperti Gojek, Grab, Maxim, dan Indrive, tetapi juga ditujukan kepada pemerintah yang dinilai abai terhadap pelanggaran regulasi sejak 2022.

Aksi ini disertai seruan "off-bid" nasional, yang diprediksi akan mengganggu layanan transportasi online dan pengantaran barang atau makanan di beberapa kota.

Tuntutan Driver: Turunkan Potongan, Tetapkan Tarif Khusus
Dalam aksi yang dipelopori oleh Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, para pengemudi menyampaikan sejumlah tuntutan utama:

Turunkan potongan aplikasi dari 20% menjadi 10%

Tetapkan tarif layanan makanan dan kirim barang

Hapus skema tarif seperti aceng, slot, hemat, dan prioritas

Beri sanksi tegas kepada aplikator yang melanggar Permenhub PM No. 12/2019 dan Kepmenhub KP No. 1001/2022

Libatkan asosiasi dan YLKI dalam penentuan kebijakan tarif

DPR RI Komisi V diminta menggelar RDP gabungan dengan Kemenhub, aplikator, dan asosiasi driver

Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menyebut bahwa hari ini menjadi puncak kekecewaan para mitra driver karena pemerintah dinilai tidak bertindak tegas terhadap pelanggaran regulasi sejak 2022.

“Selasa, 20 Mei 2025 adalah puncak kekecewaan rekan-rekan pengemudi online,” ujar Igun.

Status Driver Tetap Jadi Perdebatan
Selain soal tarif dan potongan, wacana perubahan status mitra menjadi karyawan tetap juga menjadi sorotan. Namun, aplikator menolak wacana ini dengan alasan akan mengurangi jumlah mitra secara signifikan dan menambah beban operasional.

Pernyataan dari Aplikator:
Indrive: “Jika statusnya diubah, hanya 10–13% driver yang bisa bertahan. Kami sudah bahas ini dalam FGD dan mayoritas driver menolak jadi karyawan tetap.” — Ryan Rwanda, Direktur Bisnis Indrive Indonesia

Maxim: “Jika status mitra menjadi pekerja formal, akan timbul tambahan biaya seperti gaji, BPJS, dan asuransi. Ini akan mengurangi daya serap driver.” — Dwi Putratama, Head of Legal Maxim Indonesia

Grab: “Status kemitraan tetap relevan. Kami mendukung klasifikasi mitra sebagai pelaku UMKM untuk akses bantuan pemerintah.” — Tirza R. Munusamy, Chief of Public Affairs Grab Indonesia

Gojek: “Status mitra memberikan fleksibilitas. Jika jadi karyawan, jumlah mitra akan turun dan dampaknya negatif ke UMKM.” — Catherine Hindra Sutjahyo, Presiden Gojek

Aplikator Klaim Tak Langgar Komisi 20%
Meski tuntutan menurunkan potongan komisi terus disuarakan, keempat aplikator bersikukuh bahwa komisi tidak melebihi batas 20%:

Grab: Komisi 20% hanya dikenakan pada tarif dasar, bukan tarif total perjalanan.

Gojek: Potongan dibagi 15% untuk operasional dan 5% untuk promosi.

Indrive: Komisi hanya 11,7% untuk mobil dan 9,99% untuk motor. Tidak ada biaya tambahan.

Aplikator juga menegaskan bahwa penurunan komisi menjadi 10% justru berpotensi menurunkan jumlah pelanggan karena harga layanan akan naik.

“Kalau potongan 20% jadi 10%, memang transaksi mitra naik, tapi penumpangnya bisa turun drastis.” — Catherine, Gojek

Penutup
Demo besar ini menjadi penanda bahwa ketegangan antara mitra driver, aplikator, dan regulator masih jauh dari selesai. Para driver menuntut keadilan ekonomi dan perlindungan dari regulasi yang selama ini dinilai diabaikan.

Pemerintah dan DPR kini berada di bawah sorotan publik—akankah mereka menanggapi tuntutan ini dengan serius? (*)



Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan