Pawai Bendera Yerusalem 2025 Diwarnai Kekerasan dan Slogan Rasis

Masjid Al Aqsa di Yerusalem-pixabay.com-
Radarlambar.bacakoran.co -Yerusalem, 26 Mei 2025 – Ribuan warga Israel mengikuti Pawai Bendera tahunan di Kota Tua Yerusalem yang kembali memicu kontroversi. Aksi ini dibiayai dan dipromosikan oleh pemerintah kota Yerusalem sebagai bagian dari perayaan “pembebasan” Yerusalem Timur dalam Perang Enam Hari 1967, meskipun pengambilalihan wilayah ini tidak diakui secara internasional.
Namun, seperti tahun-tahun sebelumnya, prosesi tersebut diwarnai tindakan kekerasan, pelecehan, serta teriakan slogan rasis terhadap warga Palestina, khususnya di kawasan Muslim. Slogan-slogan seperti “Gaza adalah milik kita”, “kematian bagi orang Arab”, hingga “semoga desa mereka terbakar” terdengar dari kelompok peserta pawai.
Sejak pagi hari, beberapa pemuda Israel dilaporkan melakukan pelecehan terhadap warga Palestina, termasuk menyerang pemilik toko, mencuri dari kafe, hingga masuk secara paksa ke rumah penduduk. Sebagian besar toko di kawasan tersebut akhirnya tutup lebih awal demi keselamatan. Salah seorang pemilik kafe mengaku mendapat tekanan dari polisi untuk menutup usahanya demi menghindari kekacauan lebih lanjut.
Simbol Politik dan Ideologi Sayap Kanan
Acara ini dikoordinasikan oleh organisasi “Am K’Lavi” yang dikenal memiliki afiliasi dengan ideologi ekstrem kanan Yahudi. Organisasi ini dipimpin oleh Baruch Kahane, putra dari Rabi Meir Kahane, pendiri partai Kach yang telah lama dilarang di Israel karena ekstremismenya. Beberapa peserta terlihat mengenakan simbol-simbol partai tersebut, sementara lainnya memakai atribut sekolah yang secara resmi mendukung keikutsertaan siswanya.
Respons Pemerintah dan Aktivis
Meski memiliki sejarah kekerasan, pengamanan dari aparat dilaporkan tidak memadai. Polisi Israel tampak minim beraksi dalam melindungi warga Palestina. Sementara itu, kelompok aktivis Standing Together membentuk perisai manusia untuk mencegah eskalasi serangan lebih jauh, meski hanya mengenakan rompi pelindung sebagai identifikasi.
Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, yang dikenal dengan pandangan garis keras, turut hadir di lokasi dan bahkan sempat mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa—langkah yang dipandang provokatif oleh banyak pihak. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu juga mengadakan rapat kabinet di Silwan, wilayah pendudukan di Yerusalem Timur, meskipun telah diperingatkan oleh dinas keamanan Shin Bet bahwa tindakan itu dapat memicu ketegangan lebih lanjut.
Konteks Geopolitik dan Ancaman Eskalasi
Pawai bendera ini telah lama dianggap sebagai simbol supremasi Yahudi di wilayah yang disengketakan. Pada 2021, kekerasan dalam pawai serupa turut menjadi pemicu pecahnya konflik bersenjata selama 11 hari antara Israel dan Hamas di Gaza.
Pengamat geopolitik Israel, Danny Seidemann, menyebut kebijakan Netanyahu dalam menyelenggarakan rapat kabinet di kawasan konflik sebagai bentuk “pyromania politik”, atau tindakan politis yang sengaja menyulut api ketegangan. (*)