Google Terancam Tergusur, AI dan Media Sosial Ubah Cara Orang Cari Informasi

Kantor perusahaan google. Foto--REUTERS--

Radarlambar.bacakoran.co- Selama bertahun-tahun, Google menjadi rujukan utama masyarakat global dalam mencari informasi. Namun, kejayaan raksasa teknologi asal Mountain View itu mulai digoyang oleh kemunculan layanan berbasis kecerdasan buatan (AI) serta pergeseran kebiasaan pengguna yang kini banyak beralih ke media sosial seperti TikTok dan platform komunitas daring.

Beberapa analis memperkirakan, dominasi Google Search yang saat ini masih menguasai sekitar 90% pasar mesin pencari global, bisa anjlok hingga di bawah 50% dalam waktu lima tahun ke depan. Ramalan tersebut muncul seiring meningkatnya ketergantungan masyarakat pada AI chatbot dan komunitas digital dalam memperoleh informasi yang dirasa lebih relevan dan terpercaya.

Menghadapi tantangan tersebut, Google pun meluncurkan berbagai inovasi pada ajang Google I/O 2025. Perusahaan mengenalkan mode pencarian berbasis AI yang mampu memberikan jawaban langsung, menggantikan tampilan hasil pencarian tradisional. Selain itu, Google juga merilis paket langganan premium bernama AI Ultra, dengan biaya US\$249,99 per bulan. Paket ini menawarkan akses ke fitur eksperimental seperti Project Mariner dan Gemini Deep Think, sebagai langkah untuk menyaingi layanan berbayar dari OpenAI dan Anthropic.

Namun, strategi ini memunculkan pertanyaan baru: apakah masyarakat bersedia membayar mahal untuk layanan yang selama ini diperoleh secara gratis? Kritik pun muncul atas biaya langganan yang tinggi di tengah menurunnya kepercayaan publik terhadap kualitas hasil pencarian Google.

Sementara itu, laporan kolaborasi antara The Verge, Vox Media, dan Two Cents Insights mengungkap bahwa perubahan besar sedang terjadi dalam perilaku pengguna internet. Berdasarkan survei terhadap 2.000 responden di Amerika Serikat, sebanyak 42% menyatakan bahwa mesin pencari seperti Google kini makin tak berguna. Bahkan, 66% mengeluhkan bahwa kualitas informasi di internet menurun dan sulit menemukan sumber yang benar-benar dapat diandalkan.

Sebanyak 52% responden menyatakan telah beralih ke chatbot AI dan platform seperti TikTok untuk mencari informasi, terutama karena mereka merasa lebih percaya pada rekomendasi komunitas dan sistem yang memberikan jawaban langsung. Gen Z dan milenial menjadi kelompok paling aktif menggunakan teknologi ini, dengan 61% dan 53% masing-masing mengandalkan AI untuk pencarian topik tertentu.

Fenomena ini diperparah oleh temuan bahwa sebagian besar hasil pencarian belanja online di Google dipenuhi konten bersponsor yang dianggap kurang membantu. Hanya 14% dari konten tersebut yang dinilai benar-benar relevan dan bermanfaat oleh pengguna.

Kini, deretan mesin pencari alternatif berbasis AI mulai bermunculan. Selain nama besar seperti Perplexity dan OpenAI, ada pula Komo AI, iAsk.Ai, Brave Search, Andi Search, hingga You.com yang mencoba menawarkan pengalaman pencarian yang lebih bersih dan transparan.

Di tengah gempuran inovasi dari para pesaing baru, Google masih mengandalkan Gemini sebagai andalan, dengan lebih dari 400 juta pengguna aktif bulanan. Fitur-fitur canggih seperti menjawab pertanyaan lewat kamera, menelepon toko secara otomatis, hingga membuat soal latihan untuk pelajar menjadi bagian dari upaya mempertahankan relevansi di tengah perubahan zaman.

Namun satu hal kini menjadi semakin jelas: kekuatan informasi perlahan kembali ke tangan pengguna. Jika Google tak mampu menjawab perubahan ini dengan pendekatan yang lebih relevan dan dapat dipercaya, bukan tak mungkin lima tahun ke depan akan menjadi momen berakhirnya dominasi mereka di dunia pencarian informasi.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan