Indonesia Bersiap Hentikan Impor BBM dari Singapura

Ilustrasi Pemerintah Indonesia berencana menghentikan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Singapura yang selama ini menjadi pemasok utama energi olahan nasional. -Foto CNBC Indonesia.--
Radarlambar.bacakoran.co - Pemerintah Indonesia berencana menghentikan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Singapura yang selama ini menjadi pemasok utama energi olahan nasional. Keputusan ini diambil setelah evaluasi menunjukkan bahwa harga BBM dari Singapura tidak lebih kompetitif dibandingkan dari kawasan lain seperti Timur Tengah. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa proses transisi ini ditargetkan rampung dalam enam bulan ke depan.
Selama ini, meskipun tidak memiliki sumber minyak mentah, Singapura berhasil menjelma sebagai pusat penyulingan minyak terbesar di Asia dengan kapasitas mencapai 1,5 juta barel per hari. Negara ini mampu mengolah minyak mentah dari berbagai negara dan memasok produk olahan seperti Pertamax ke Indonesia berkat dukungan teknologi tinggi, tenaga kerja terampil, dan kebijakan fiskal yang mendukung industri energi.
Namun menurut pemerintah, secara ekonomis harga yang ditawarkan Singapura kini tak lagi menjadi yang terbaik. Sumber lain seperti Timur Tengah dinilai mampu memberikan harga yang bersaing bahkan lebih menguntungkan. Selain itu, Bahlil menegaskan pentingnya prinsip efisiensi dan logika perdagangan yang kuat. Indonesia disebut tidak seharusnya bergantung pada negara yang tidak memiliki sumber minyak mentah sebagai pemasok utama BBM-nya.
Tingginya ketergantungan terhadap impor BBM dari Singapura selama ini disebabkan oleh terbatasnya kapasitas kilang dalam negeri. Dalam tiga dekade terakhir, pembangunan kilang baru di Indonesia berjalan sangat lambat. Di sisi lain, konsumsi energi masyarakat terus meningkat. Akibatnya, impor BBM menjadi pilihan logistik yang sulit dihindari.
Selama 2024, Indonesia mengimpor BBM dari Singapura sebanyak 15,87 miliar kilogram dengan nilai mencapai US$11,78 miliar. Sebagian besar berupa bahan bakar beroktan tinggi seperti RON 92 yang digunakan dalam produk Pertamax. Sementara pada periode Januari hingga April 2025, volume impor tercatat 5,18 juta ton atau sekitar US$3,59 miliar, turun tipis dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Penurunan nilai impor ini turut dipengaruhi oleh pelemahan harga minyak dunia. Meski demikian, pemerintah menilai momen ini sebagai kesempatan untuk melakukan koreksi arah strategi energi nasional. Salah satunya dengan membangun infrastruktur pelabuhan dan dermaga yang mampu menerima kapal berukuran besar guna mendukung kelancaran pasokan dari wilayah yang lebih jauh seperti Timur Tengah dan Amerika Serikat.
Selain membuka peluang perdagangan baru, langkah ini juga bertujuan memperkuat ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan pada satu sumber. Pemerintah berharap pengalihan impor BBM ke kawasan lain akan memberi manfaat jangka panjang, baik dari sisi harga maupun stabilitas pasokan.(*/edi)