Hutan Adat Konda Dikebiri, Masyarakat Sorong Selatan Kecewa

Hutan Adat Konda Dikebiri, Masyarakat Sorong Selatan Kecew. -foto-net -

Radarlambar.bacakoran.co – Harapan masyarakat adat di tiga distrik Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, untuk mendapatkan pengesahan penuh atas wilayah hutan adat mereka kembali terbentur. Dari total 95.038 hektare yang diusulkan melalui surat keputusan bupati, pemerintah hanya merekomendasikan 42.771 hektare untuk disahkan.

Hasil tersebut diputuskan dalam Final Expose Hasil Verifikasi Tim Terpadu Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) Kementerian Kehutanan. Distrik Konda menjadi salah satu wilayah yang paling terdampak. Dari 41.111 hektare yang diajukan empat sub-suku—Nakna, Gemna, Afsya, dan Yaben—hanya 19.838 hektare yang mendapat lampu hijau, atau sekitar 48 persen dari usulan awal.

Pemangkasan luas wilayah hutan adat ini menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan masyarakat adat. Bagi mereka, tanah leluhur tersebut bukan hanya sekadar aset, melainkan sumber kehidupan dan identitas budaya yang telah dijaga turun-temurun. Mereka menilai penyusutan wilayah adat ini merugikan dan mengancam ruang hidup generasi penerus.

Sejak 2022, Konservasi Indonesia (KI) telah mendampingi masyarakat Distrik Konda melalui berbagai tahapan seperti pemetaan partisipatif, pengusulan hutan adat, hingga pembentukan Lembaga Pengelola Hutan Adat (LPHA). Upaya tersebut juga melibatkan pelatihan patroli hutan dan penyusunan Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS).

Di tengah hasil yang belum sesuai harapan, KI memastikan akan terus mendampingi masyarakat adat dalam memperjuangkan pengakuan penuh atas hak pengelolaan hutan adat mereka. Pendampingan ini dianggap penting untuk menjaga keberlanjutan lingkungan sekaligus kearifan lokal yang menjadi bagian dari identitas masyarakat.

Sementara itu, Kementerian Kehutanan melalui tim verifikasi menyebut penyusutan luasan terjadi karena sebagian wilayah yang diusulkan masuk dalam kawasan konsesi. Secara hukum, wilayah tersebut tidak dapat ditetapkan sebagai hutan adat sehingga harus dikeluarkan dari daftar usulan. Meski demikian, pemerintah menganggap hasil ini sebagai langkah awal penting untuk memberi kepastian hak kepada masyarakat adat dan memperkuat perlindungan ekosistem di Sorong Selatan.

Proses verifikasi yang dimulai sejak Oktober 2024 melibatkan observasi lapangan, analisis spasial, hingga wawancara dengan pihak terkait. Pemerintah memastikan pendampingan yang dilakukan bersifat independen, tanpa intervensi pihak luar.

Langkah ini diharapkan mampu menjadi pijakan awal menuju pengakuan yang lebih luas terhadap hak masyarakat adat, meskipun perjuangan mereka masih panjang. (*/edi)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan