Tarif 19 Persen dari AS, IESR: Beban Impor Indonesia Bisa Meningkat

Pengamat memperkirakan kebijakan tarif 19 persen AS untuk Indonesia akan memicu lonjakan biaya impor, terutama untuk komoditas LNG dari Negeri Paman Sam. Foto Dok. Kementerian BUMN--
Radarlambar.bacakoran.co- Kebijakan tarif 19 persen dari Amerika Serikat terhadap Indonesia berpotensi meningkatkan beban biaya impor secara signifikan. Menurut pernyataan Institute for Essential Services Reform (IESR), kebijakan ini terutama berdampak pada sektor energi, khususnya impor LNG dari AS.
Presiden AS Donald Trump setuju menurunkan tarif produk Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen, namun dengan syarat Indonesia harus mengimpor produk energi, pertanian, dan membeli puluhan pesawat Boeing dari AS.
IESR memperkirakan kebijakan ini membuat harga LNG dari AS menjadi lebih mahal 30 hingga 40 persen dibandingkan negara pemasok lain seperti Timur Tengah atau Singapura. Jarak pengiriman yang jauh dan infrastruktur energi yang belum efisien memperberat kondisi tersebut.
Gas merupakan komoditas penting untuk industri nasional. Jika biaya pasokannya meningkat, maka akan berpengaruh langsung terhadap daya saing sektor manufaktur dan industri dalam negeri.
Pemerintah Indonesia disebut mencoba merespons tekanan diplomatik AS dengan berbagai opsi. Komitmen untuk membeli LNG dan kerosin dari AS menjadi salah satu bentuk kompromi dalam menjaga hubungan dagang bilateral.
Meski Indonesia memperoleh tarif paling rendah di kawasan ASEAN dibandingkan Malaysia (25 persen), Vietnam (20 persen), Thailand dan Kamboja (36 persen), serta Laos dan Myanmar (di atas 40 persen), IESR menekankan bahwa keberhasilan diplomasi juga harus dilihat dari sejauh mana pengorbanan dilakukan demi kesepakatan tersebut.
Langkah Trump dinilai sebagai bentuk perang dagang terselubung untuk mengurangi defisit dagang AS dengan Indonesia dan memperluas dominasi ekspor energinya di kawasan Asia.(*)