Tolak Gratifikasi, Kementerian Agama Bentuk Budaya ASN Tanpa Imbalan

SOSIALISASI : Kankemenag Lambar menggelar Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi yang diikuti oleh seluruh pejabat serta ASN di lingkungan instansi tersebut. Foto Dok--

BALIKBUKIT - Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Lampung Barat menaruh perhatian serius terhadap upaya menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dari praktik gratifikasi. 

Langkah itu ditunjukkan melalui kegiatan Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi yang digelar di Aula Kantor Kemenag setempat belum lama ini yang diikuti oleh seluruh pejabat serta aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan instansi tersebut.

Berbeda dari sekadar acara seremonial, sosialisasi ini menjadi ruang edukasi terbuka yang membahas akar masalah, tantangan, dan solusi penguatan integritas birokrasi secara menyeluruh. 

Plt. Kepala Kemenag Lampung Barat, H. Miftahus Surur, S.Ag., M.Si, yang menjadi narasumber utama, menegaskan bahwa gratifikasi tak boleh dianggap sebagai praktik wajar dalam birokrasi pelayanan publik.

“Gratifikasi bukan soal besar kecilnya nilai. Ini soal prinsip. Saat ASN mulai merasa biasa menerima pemberian dalam bentuk apa pun, di situlah integritas mulai tergeser,” ujarnya.

M.Surur mengingatkan bahwa pengendalian gratifikasi tidak cukup hanya melalui himbauan moral. Perlu mekanisme pencegahan berbasis sistem, peningkatan literasi, dan penguatan pengawasan internal agar seluruh ASN memahami batasan hukum dan etika dalam pelaksanaan tugas.

Lebih dari itu, kegiatan ini juga memperkenalkan platform pembelajaran daring (e-learning gratifikasi) yang dikembangkan sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesadaran hukum dan profesionalisme ASN. Melalui pendekatan digital, diharapkan setiap pegawai bisa lebih mudah memahami risiko, modus, dan cara pelaporan jika menemukan indikasi gratifikasi di lingkungan kerja.

“Kita ingin membangun budaya kerja yang sehat, di mana pelayanan publik tidak beriringan dengan imbalan atau pemberian apapun. ASN itu pelayan masyarakat, bukan pihak yang harus dilayani balik,” tegasnya.

Selain membahas teknis pengendalian gratifikasi, forum ini juga menjadi momen konsolidasi internal. Setiap satuan kerja diminta melaporkan progres dan program yang sedang berjalan. Tujuannya untuk membangun sinergi antar bagian, sekaligus mengukur sejauh mana pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi masing-masing.

Surur juga menyinggung pentingnya memperkuat pemahaman terhadap delapan program prioritas Menteri Agama RI. Ia menyebut, salah satu akar praktik maladministrasi dan gratifikasi seringkali muncul karena minimnya pemahaman terhadap regulasi dan struktur kerja. “Kalau setiap ASN paham tugas dan batasannya, lalu bekerja berdasarkan nilai-nilai integritas, maka gratifikasi tidak akan punya ruang,” pungkasnya. (edi/lusiana)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan