Pemerintah Telusuri Bansos Rp2,1 T Mengendap di Rekening Tak Aktif

PPATK menduga dana bansos Rp2,1 triliun yang mengendap di lebih dari 10 juta rekening dormant diterima oleh warga yang tidak lagi membutuhkan bantuan. Ilustrasi. iStockphoto--
Radarlambar.bacakoran.co- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan mengejutkan: lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial (bansos) di Indonesia terdeteksi tidak aktif dan menyimpan dana mengendap hingga mencapai Rp2,1 triliun. Fakta ini memunculkan pertanyaan besar tentang efektivitas penyaluran bansos dan validitas data penerima manfaat yang selama ini menjadi dasar kebijakan perlindungan sosial.
Rekening-rekening tersebut tergolong dormant atau tidak menunjukkan aktivitas transaksi selama lebih dari tiga tahun. Dalam sistem keuangan, rekening dormant kerap menjadi perhatian karena rentan disalahgunakan, sekaligus mencerminkan bahwa pemiliknya tidak lagi memanfaatkan fasilitas tersebut—termasuk untuk menarik dana bansos yang telah disalurkan pemerintah.
PPATK menilai, fenomena ini kemungkinan besar disebabkan oleh penerima yang sudah tidak membutuhkan bansos karena kondisi ekonomi mereka yang telah membaik. Dalam beberapa kasus, rekening bansos juga diketahui milik warga yang telah meninggal dunia atau pindah domisili tanpa pelaporan administratif yang jelas. Ketidakterbaruan data penerima membuat dana bantuan tetap mengalir ke rekening yang sejatinya tidak lagi relevan.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Sosial menyatakan akan melakukan verifikasi ulang terhadap rekening-rekening dormant tersebut. Jika terbukti penerimanya tidak lagi memenuhi syarat, dana yang mengendap akan dialihkan kepada penerima baru yang dinilai lebih tepat sasaran. Proses ini akan melibatkan penyesuaian terhadap Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang menjadi acuan utama penyaluran program perlindungan sosial.
Langkah korektif ini diharapkan mampu memperkuat ketepatan sasaran bantuan dan meminimalkan pemborosan anggaran negara. Pasalnya, dalam situasi fiskal yang makin terbatas dan kebutuhan masyarakat yang makin kompleks, setiap rupiah dana bansos semestinya disalurkan secara tepat, adil, dan berdampak nyata terhadap peningkatan kesejahteraan.
Lebih lanjut, PPATK menyebutkan bahwa temuan ini tidak hanya terbatas pada rekening bansos pribadi. Terdapat pula ribuan rekening dormant milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran dengan dana mengendap mencapai ratusan miliar rupiah. Situasi ini menunjukkan bahwa persoalan akuntabilitas dan pengawasan belum sepenuhnya solid, baik dalam sektor bantuan langsung tunai maupun dalam pengelolaan keuangan negara secara umum.
Kementerian Sosial diminta mempercepat pemutakhiran DTKS secara berkala dan memperkuat sinergi dengan Dukcapil serta lembaga keuangan. Digitalisasi pengawasan bansos juga menjadi kunci penting dalam mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Dalam konteks pemulihan ekonomi pasca-pandemi, bansos menjadi tulang punggung keberlangsungan hidup masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, efektivitas program tidak hanya bergantung pada besar kecilnya anggaran, melainkan juga pada seberapa akurat dan tepat sasaran distribusinya.(*/edi)