KLA Naik Predikat, Kekerasan Anak Masih Jadi Pekerjaan Rumah

Kepala DP3AKB Pesisir Barat, dr.Budi Wiyono, M.H.-Foto Dok---

PESISIR TENGAH - Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar) kembali mencatat kemajuan dalam upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak. Tahun ini, status Kabupaten Layak Anak (KLA) di daerah itu naik dari predikat Pratama menjadi Madya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Pesbar, dr. Budi Wiyono, M.H., mengatakan peningkatan predikat itu terjadi karena ada kemajuan di lima klaster penilaian KLA. Lima klaster itu meliputi hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, pendidikan, kesehatan serta perlindungan khusus anak.

“Pencapaian ini merupakan hasil kerja bersama lintas sektor yang selama ini berupaya memperbaiki sistem perlindungan anak,” katanya, Senin, 11 Agustus 2025.

Dijelaskannya, predikat KLA ini menilai sejauh mana pemerintah daerah menjalankan upaya perlindungan terhadap anak sesuai prosedur operasional standar atau SOP, bukan hanya menilai seberapa sedikit kasus kekerasan anak yang terjadi. Namun, ia juga mengingatkan bahwa kenaikan predikat tidak serta-merta menjamin penurunan angka kekerasan terhadap anak. Menurutnya, kekerasan anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama peran keluarga dan lingkungan. Karena itu, meski predikat madya menandakan peningkatan kualitas penanganan, potensi kasus masih tetap ada.

“Kenaikan status menjadi madya secara tidak langsung akan membuat penanganan dan pencegahan kasus semakin baik. Tetapi meskipun suatu kabupaten sudah meraih predikat utama atau bahkan tertinggi sekalipun, tidak ada jaminan kekerasan terhadap anak akan berhenti,” tegasnya.

Masih kata dia, KLA merupakan instrumen penilaian yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) untuk mengukur sejauh mana daerah mampu memenuhi hak anak. Penilaian dilakukan dengan melihat indikator di lima klaster yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan media.

Pihaknya juga menanggapi kritik yang menyebut predikat KLA hanya bersifat seremonial. Menurutnya, masukan tersebut menjadi evaluasi penting. Predikat madya, masih menyisakan sejumlah indikator yang belum maksimal, sehingga pembenahan di lapangan tetap diperlukan.

“Predikat madya adalah posisi kedua di atas pratama. Artinya, masih ada pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan. Kalau di lapangan masih ditemukan kekurangan, itu wajar karena kita masih dalam tahap peningkatan,” ucapnya.

Ia mencontohkan, pada klaster perlindungan khusus anak, indikator yang dinilai mencakup ketersediaan layanan pengaduan, mekanisme pendampingan korban, dan SOP penanganan kasus. Jika layanan ini sudah berjalan dengan baik dan melibatkan berbagai pihak, maka penilaian akan meningkat, meskipun jumlah kasus kekerasan yang dilaporkan tidak selalu menurun.

“Kita harus memahami bahwa predikat KLA lebih menilai kualitas pelayanan dan upaya pencegahan, bukan sekadar menghitung jumlah kasus. Kalau kasusnya tetap ada, itu berarti masih ada celah yang perlu kita tutup, terutama di aspek edukasi keluarga,” ujarnya.

Ditambahkanya, peningkatan status KLA juga diharapkan mampu mendorong komitmen masyarakat untuk lebih aktif melapor jika mengetahui ada dugaan kekerasan terhadap anak. Ia menyebut, salah satu tantangan yang dihadapi adalah masih adanya budaya diam di tengah masyarakat yang menganggap kasus kekerasan sebagai urusan pribadi keluarga.

“Tanpa dukungan masyarakat, pencegahan tidak akan berjalan efektif. Kita butuh keterlibatan semua pihak agar anak-anak mendapatkan lingkungan yang aman,” tandasnya.(yayan/*)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan