Freeport Siap Tutup PLTU Batu Bara, Beralih ke LNG 2027

Tambang emas PT Freeport. Foto-Net--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - PT Freeport Indonesia menegaskan langkah strategisnya dalam mendukung agenda transisi energi nasional dengan meninggalkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara berkapasitas 200 megawatt (MW). Perusahaan tambang tembaga dan emas raksasa itu menargetkan mulai 2027 seluruh operasional kelistrikan utama beralih ke liquefied natural gas (LNG) yang dianggap lebih ramah lingkungan.

Presiden Direktur Freeport, Tony Wenas, menjelaskan bahwa konversi ke LNG akan memberikan dampak signifikan dalam menekan jejak karbon perusahaan. Perhitungan internal menunjukkan, peralihan dari PLTU batu bara ke LNG dapat menurunkan emisi karbon hingga 30 persen. Bahkan, jika sistem pembangkit LNG dikombinasikan dengan teknologi siklus gabungan (combined cycle), tingkat dekarbonisasi berpotensi meningkat hingga 60 persen dibandingkan kondisi pada 2018.

Transformasi energi ini sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi karbon dan mempercepat transisi menuju energi bersih. Dalam berbagai forum internasional, pemerintah telah menargetkan net zero emission (NZE) pada 2060, sementara sektor tambang termasuk Freeport menjadi salah satu industri padat energi yang paling disorot kontribusinya terhadap emisi nasional.

Freeport juga mulai melakukan pergeseran penggunaan energi bersih di wilayah operasinya di Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Salah satu langkah yang sudah dijalankan adalah penggantian moda transportasi pengangkut hasil tambang. Jika sebelumnya pengangkutan bijih dengan kapasitas produksi hingga 200 ribu ton per hari mengandalkan truk raksasa berbahan bakar fosil, kini sebagian besar sudah dialihkan menggunakan kereta listrik bawah tanah.

Penggunaan kereta listrik tersebut mampu mengangkut hingga 150 ribu ton bijih per hari. Dengan teknologi ini, Freeport berhasil menekan emisi karbon sekitar 28 persen, sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak dalam jumlah besar. Meski masih ada sebagian distribusi yang menggunakan truk, setidaknya lebih dari setengah operasi tambang kini sudah didukung sistem transportasi rendah emisi.

Menurut Tony, penggunaan LNG dan kereta listrik hanyalah bagian dari strategi jangka panjang perusahaan. Freeport masih akan melanjutkan eksplorasi solusi lain dalam mendukung dekarbonisasi, termasuk potensi pemanfaatan energi terbarukan untuk sebagian kebutuhan operasi di Papua. Namun, karena lokasi tambang berada di kawasan terpencil dengan kebutuhan energi yang besar dan stabil, penggunaan LNG dinilai menjadi pilihan realistis dalam tahap transisi menuju energi hijau.

Langkah Freeport ini sekaligus menjadi sinyal kuat bagi dunia usaha, bahwa sektor ekstraktif yang selama ini dianggap penyumbang emisi terbesar juga mulai bergerak mengikuti arah kebijakan energi bersih pemerintah. Dengan investasi besar pada teknologi ramah lingkungan, perusahaan tambang raksasa tersebut berharap dapat menjaga keberlanjutan operasional sekaligus memperbaiki citra di mata publik dan komunitas global.(*/edi)

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan