Belanja Alutsista Era Prabowo Tembus Rp1,06 Triliun

Ilustrasi. Data BPS menunjukkan pemerintah berbelanja senjata dari sejumlah negara dengan total nilai sekitar Rp1,06 triliun pada Januari-Juli 2025. -Foto Istockphoto-
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tercatat mengalokasikan anggaran belanja senjata impor senilai US$65,04 juta atau setara Rp1,06 triliun (kurs Rp16.424 per dolar AS) sepanjang Januari hingga Juli 2025. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan lonjakan impor alutsista tersebut mencapai hampir 44 persen dibanding periode yang sama tahun 2024, yang hanya sebesar US$45,2 juta.
Kenaikan signifikan ini memperlihatkan arah kebijakan pertahanan yang tengah ditempuh pemerintah. Modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) diposisikan sebagai bagian dari program Pertahanan Rakyat Semesta, yang menjadi prioritas Prabowo sejak awal masa pemerintahannya.
Data BPS mencatat belanja senjata mencakup tiga kelompok utama berdasarkan kode Harmonized System (HS). Pertama, senjata militer selain pistol dan revolver dengan kode HS 93019000 mencapai nilai US$46,83 juta. Kelompok ini sebagian besar didatangkan dari Uni Emirat Arab sebesar US$25,84 juta, Amerika Serikat US$11,58 juta, Italia US$7,3 juta, serta beberapa negara lain dengan nilai total US$2,03 juta.
Kedua, kelompok senjata dengan kode HS 93069010 yang meliputi bom, granat, torpedo, ranjau, rudal, hingga amunisi perang sejenisnya senilai US$17,84 juta. Prancis menjadi pemasok terbesar dengan nilai US$12,66 juta, disusul Republik Ceko US$2,52 juta, Korea Selatan US$1,67 juta, dan sisanya US$979,82 ribu berasal dari negara lain.
Ketiga, amunisi dan proyektil dengan kode HS 93069090 tercatat senilai US$358,67 ribu. Amerika Serikat menjadi pemasok utama dengan nilai US$255,09 ribu, Korea Selatan US$103,5 ribu, Jepang US$73, serta sebagian kecil dari negara lain senilai US$5.
Secara keseluruhan, komposisi belanja menunjukkan ketergantungan Indonesia pada sejumlah mitra strategis di Eropa, Amerika, dan Asia Timur dalam pemenuhan kebutuhan alutsista.
Belanja senjata ini tidak bisa dilepaskan dari visi Presiden Prabowo membangun konsep Pertahanan Rakyat Semesta. Dalam pidato nota keuangan 2025, program ini ditempatkan sebagai salah satu dari delapan prioritas nasional. Pemerintah beralasan bahwa penguatan alutsista menjadi langkah penting untuk menjaga kedaulatan negara dan memastikan posisi tawar Indonesia dalam percaturan geopolitik global.
Konsep pertahanan ini menekankan pentingnya modernisasi sistem senjata, integrasi kekuatan militer dengan potensi pertahanan rakyat, serta kesiapan menghadapi ancaman tradisional maupun non-tradisional. Belanja impor senjata dipandang sebagai jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan mendesak, sembari memperkuat industri pertahanan dalam negeri.
Lonjakan belanja senjata menimbulkan sejumlah catatan penting. Dari sisi ekonomi, peningkatan impor senjata menambah beban devisa negara di tengah situasi neraca perdagangan yang fluktuatif. Namun, pemerintah berargumen bahwa kebutuhan pertahanan merupakan investasi jangka panjang bagi keamanan nasional.
Dari sisi politik, langkah ini sekaligus memperkuat kerja sama bilateral dengan negara pemasok senjata. Hubungan pertahanan dengan Uni Emirat Arab, Prancis, dan Amerika Serikat tampak semakin intensif melalui transaksi ini. Di sisi lain, dominasi impor juga menegaskan tantangan bagi industri pertahanan domestik yang belum mampu memenuhi kebutuhan strategis secara penuh.(*/edi)