Tiga Tahun Terakhir, 15 Hektare Hutan TNBBS di Bukit Medati Dibabat

Ilustrasi Pembabatan Hutan-----

BANDARNEGERI SUOH – Luka lama hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) belum juga sembuh, kini muncul ancaman baru. Dugaan perambahan seluas 15 hektare di Bukit Medati, Kecamatan Suoh, Lampung Barat, memicu kekhawatiran akan kian parahnya kerusakan kawasan konservasi itu.

Dugaan ini dilontarkan Anggota DPRD Lampung Barat, Sugeng Hari Kinaryo Adi. Ia mengaku mendapat laporan adanya aktivitas pembukaan lahan di titik strategis Bukit Medati.

“Kalau benar ada pembukaan sekitar 15 hektare di atas Bukit Medati, aparat harus segera bertindak. Jangan sampai ada oknum yang bermain mata. Itu harus ditindak tegas,” tegas Sugeng.

Kepala Resort TNBBS Suoh, Sulki, membenarkan jika wilayah Bukit Medati masuk dalam area rawan. Ia menyebut, tiga tahun lalu sebagian lahan yang sempat dirambah sudah kembali menjadi belukar.

 “Lokasinya di Batu Ampar, Gerbang Medati. Semua sudah terdata. Saat itu kasusnya muncul bersamaan dengan maraknya konflik gajah, dan saat ini sudah sebagian kembali menjadi belukar,” ujarnya.

Ia menambahkan, pihaknya terus memantau perkembangan di lapangan. Sosialisasi kepada peratin juga sudah dilakukan. Bahkan, warga diminta membuat surat pernyataan di Balai Pekon Sukamarga agar tidak membuka lahan baru.

Pihak TNBBS, lanjut Sulki, sebenarnya sudah berulang kali melakukan sosialisasi dan pemanggilan tokoh pekon. “Kurang lebih 25 peratin pernah kami panggil dan buat pernyataan di Balai Pekon Sukamarga. Sayangnya, arsip pernyataan itu ikut terbakar karena pos kami juga habis terbakar,” ungkapnya.

Peratin Sukamarga, Jaimin, turut membenarkan adanya upaya warga menggarap kawasan Bukit Medati sekitar 1,5 tahun lalu. Menurutnya, sejumlah warga dari Sukamarga maupun luar pekon sempat menanam kopi di lokasi tersebut.

“Namun saat itu langsung diketahui tim TNBBS bersama aparat pekon. Para penggarap kemudian dikumpulkan di Balai Taman Nasional dan membuat surat pernyataan untuk meninggalkan lahan. Jadi sejak saat itu tidak lagi digarap, dibiarkan kembali menjadi hutan,” terang Jaimin.

Sementara itu, Humas Balai Besar TNBBS, Derry Chandra Wijaya, saat dikonfirmasi menyebut hingga saat ini pihaknya belum menerima informasi tersebut. Meski begitu, pihaknya meminta titik koordinat lokasi guna memastikan kebenaran aktivitas perambahan baru tersebut. “Belum (ada informasi) untuk saat ini, Ada lokasinya?,” ujar Derry saat di konfirmasi, Senin (15/9/2025).

Kerusakan TNBBS sejatinya bukan cerita baru. Sejak era Orde Baru, ribuan hektare hutan di Suoh–Bandar Negeri Suoh (BNS) sudah hilang akibat izin pembalakan yang diberikan pemerintah kepada perusahaan kayu besar. Setelah kayu habis ditebang, jalan logging membuka akses masuk. Lahan yang ditinggalkan kemudian berubah menjadi kebun kopi.

Kini, perambahan makin meluas. Data Balai Besar TNBBS menunjukkan, sedikitnya 11.102 hektare kawasan konservasi sudah beralih fungsi. Lahan itu digarap sekitar 4.517 Kepala Keluarga (KK). Secara keseluruhan, perambahan di TNBBS mencapai 29.207 hektare dengan 16.360 KK yang mendiami. (edi/adi/nopri)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan