Skandal Laut Dijual Modus Kades Kohod Raup Rp33 Miliar dari Rekayasa Sertifikat

Empat terdakwa kasus pagar laut perairan Tangerang menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Serang. Foto disway--

RADARLAMBARBACAKORAN.CO – Sebuah skema penipuan berskala besar terkuak dalam sidang di Pengadilan Negeri Serang, yang menyeret Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip, sebagai aktor utama. Arsin didakwa menjual lahan laut di wilayahnya kepada perusahaan swasta dengan nilai fantastis, Rp 33 miliar, melalui manipulasi dokumen yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pejabat daerah dan seorang pengacara.

Kasus ini bermula dari pengubahan status perairan di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, menjadi seolah-olah daratan milik warga. Proses ini dilakukan secara sistematis bersama tiga terdakwa lain: Sekretaris Desa Ujang Karta, pengacara Septian Prasetya, dan Candra Eka Agung Wahyudi.

Penjualan lahan laut terjadi sejak pertengahan 2022 hingga awal 2025. Arsin menawarkan lahan yang hanya ditandai patok bambu kepada seorang perwakilan PT Cakra Karya Semesta. Namun, transaksi sempat terhambat karena lahan tersebut tidak bersertifikat. Di sinilah peran Hasbi Nurhamdi muncul, menawarkan bantuan menerbitkan sertifikat dengan imbalan ratusan juta rupiah.

Untuk meyakinkan proses legalisasi, Arsin menerbitkan 203 Surat Keterangan Tanah Garapan (SKTG) secara fiktif atas nama warga, lalu memproses Nomor Objek Pajak (NOP) dan SPPT-PBB melalui pejabat Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tangerang. Dokumen itu diproses seolah lahan tersebut benar-benar telah dibayar pajaknya.

Pemalsuan ini melibatkan penggunaan identitas warga tanpa sepengetahuan mereka. Arsin mencetak dokumen SKTG menggunakan perangkat milik desa, lalu menyerahkannya kepada Hasbi untuk diproses lebih lanjut ke Bapenda. Kerja sama ini memperlancar penerbitan dokumen pajak yang seharusnya tidak berlaku untuk wilayah laut.

Septian dan Candra juga berperan penting dalam melengkapi dokumen administratif tambahan guna mempercepat penerbitan sertifikat hak milik (SHM). Setelah semua dokumen rampung, kontrak jual-beli pun diteken dengan PT Cakra Karya Semesta.

Dari total Rp 33 miliar hasil penjualan, Arsin menerima Rp 16,5 miliar. Sebagian dana sebesar Rp 4 miliar dibagikan kepada warga yang namanya digunakan dalam dokumen, masing-masing menerima Rp 10 juta. Sisanya dikuasai oleh Hasbi dan dibagi-bagikan kepada para pelaku utama, termasuk Arsin, Ujang, Septian, dan Candra.

Tak lama setelah transaksi itu, PT Cakra Karya Semesta menjual kembali lahan tersebut kepada PT Intan Agung Makmur dengan harga yang lebih tinggi, yakni Rp 39,6 miliar.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Skandal ini menjadi cerminan buruk penyalahgunaan wewenang dan manipulasi hukum demi keuntungan pribadi, serta menyisakan catatan kelam bagi tata kelola wilayah pesisir di Indonesia. (*/rinto)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan