DPR Sahkan Revisi UU BUMN, Menteri-Wamen Dilarang Rangkap Jabatan

Menteri dan wamen dilarang rangkap jabatan di struktur BUMN, termasuk sebagai komisaris dalam revisi UU BUMN yang disahkan DPR hari ini, Kamis (210). Foto CNN Indonesia--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu ketentuan baru yang paling menonjol adalah larangan rangkap jabatan bagi menteri maupun wakil menteri di struktur perusahaan pelat merah, baik sebagai direksi, komisaris, maupun dewan pengawas.

Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Ermarini menegaskan, aturan ini lahir sebagai tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menilai rangkap jabatan rawan menimbulkan konflik kepentingan. Dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I 2025–2026 di Jakarta, Kamis (2/10), Anggia menekankan bahwa semangat revisi UU BUMN adalah memperkuat akuntabilitas, profesionalisme, sekaligus memastikan pengelolaan BUMN tidak lagi terjebak dalam kepentingan politik jangka pendek.

Dari pihak pemerintah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini menjelaskan adanya masa transisi selama dua tahun bagi menteri maupun wakil menteri yang saat ini masih merangkap jabatan di BUMN. Setelah periode itu berakhir, seluruh jabatan rangkap harus dilepaskan. Ketentuan ini sejalan dengan putusan MK nomor 128-PUU-XXIII-2025 yang menegaskan larangan rangkap jabatan bagi wamen di perusahaan negara maupun swasta.

Meski demikian, pemerintah memastikan aturan baru ini tidak berlaku bagi pejabat eselon I. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menuturkan, keberadaan wakil pemerintah tetap diperlukan dalam struktur komisaris BUMN, sehingga pejabat setingkat direktur jenderal atau staf ahli kementerian masih bisa duduk di sana. “Wakil pemerintah kan harus tetap ada,” ujarnya usai rapat kerja bersama Komisi VI.

Selain mengatur soal rangkap jabatan, revisi UU BUMN juga membawa sejumlah perubahan signifikan. Salah satunya adalah transformasi kelembagaan dengan dibentuknya Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN) sebagai pengganti Kementerian BUMN. Lembaga baru ini akan menjadi pusat kendali kebijakan, sementara penataan saham di holding investasi dan holding operasional di bawah Badan Pengelola Investasi Danantara juga diatur lebih rinci.

Revisi undang-undang ini turut mempertegas kepemilikan saham seri A Dwi Warna 1 persen oleh negara sebagai simbol kontrol, memperluas kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dalam melakukan audit, serta mendorong kesetaraan gender di jajaran direksi, komisaris, dan manajemen. Tidak kalah penting, posisi dewan komisaris pada holding ke depan diwajibkan diisi kalangan profesional, bukan lagi pejabat aktif.

Di luar itu, aturan baru juga menyentuh aspek fiskal dan perpajakan, serta mekanisme peralihan status pegawai dari Kementerian BUMN menuju BP BUMN.

Bagi kalangan pengamat, pengesahan revisi ini menjadi momentum penting memperbaiki tata kelola perusahaan negara yang selama ini kerap disorot. Rangkap jabatan yang melibatkan menteri atau wakil menteri kerap dianggap membuka ruang konflik kepentingan sekaligus memperlebar jarak antara kepentingan bisnis dengan politik.

Namun, catatan kritis tetap mengemuka. Pengecualian bagi pejabat eselon I dinilai berpotensi menyisakan celah abu-abu yang bisa diperdebatkan di kemudian hari. Kendati demikian, arah besar dari revisi ini tetap memberi harapan bahwa BUMN akan bergerak lebih profesional, transparan, dan akuntabel di tengah peran strategisnya sebagai penopang ekonomi nasional.(*/edi)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan