Menelusuri Keindahan Taman Hutan Raya Djuanda

Salah satu lokasi Glamping tepi sungai di Bogor menawarkan panorama alam yang asri. Foto ; Net.--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Bandung tidak hanya dikenal dengan udara sejuk dan keindahan alam pegunungannya, tapi juga memiliki kawasan wisata yang menyatukan sejarah, pendidikan dan rekreasi alam dalam satu tempat yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda atau yang lebih akrab disebut Tahura Djuanda.

Terletak sekitar tiga kilometer dari Terminal Dago, hutan kota ini membentang di kawasan seluas ratusan hektare dengan ketinggian antara 800 hingga 1.350 meter di atas permukaan laut. Berada di jantung kota Bandung, Tahura menjadi destinasi favorit bagi wisatawan yang ingin menikmati kesejukan udara, berjalan di tengah rimbunnya pepohonan pinus, serta menelusuri jejak sejarah peninggalan kolonial Belanda dan Jepang.

Begitu memasuki kawasan ini, pengunjung akan disambut suasana yang menenangkan khas hutan tropis. Udara segar yang mengalir di antara pepohonan berpadu dengan kicauan burung menciptakan atmosfer damai yang jarang ditemukan di tengah kota besar. Tidak hanya menyuguhkan keindahan alam,

Tahura juga menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia. Dua peninggalan masa penjajahan yang masih dapat ditemukan di sini adalah Goa Belanda dan Goa Jepang, keduanya memiliki nilai historis yang kuat dan menarik untuk dijelajahi.

Goa Belanda

Salah satu daya tarik utama di Tahura adalah Goa Belanda. Situs ini dibangun sekitar tahun 1941, menjelang pecahnya Perang Dunia II, ketika aktivitas militer Belanda di Hindia Belanda meningkat pesat. Goa yang memiliki panjang sekitar 144 meter dengan lebar hampir dua meter ini dilengkapi dengan 15 lorong dan dua pintu masuk setinggi lebih dari tiga meter. Secara keseluruhan, luas jaringan terowongan mencapai lebih dari 500 meter persegi.

Awalnya, goa ini dibangun sebagai bagian dari infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok, namun seiring meningkatnya ketegangan politik dunia, tempat ini kemudian difungsikan sebagai pusat komunikasi dan pertahanan militer. Belanda memanfaatkan goa ini sebagai stasiun radio telekomunikasi, karena stasiun utama mereka di Gunung Malabar terlalu terbuka terhadap ancaman serangan udara. Kini, lorong-lorong batu yang dingin dan gelap di Goa Belanda menjadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin merasakan atmosfer sejarah di masa lampau.

Goa Jepang

Tidak jauh dari Goa Belanda, berdiri Goa Jepang yang dibangun pada masa pendudukan tentara Jepang di Indonesia. Berbeda dari Goa Belanda yang telah direnovasi, Goa Jepang masih mempertahankan bentuk aslinya dan terlihat lebih sederhana. Meski demikian, kesan historisnya tetap kuat, bahkan menimbulkan rasa haru saat mengetahui kisah di balik pembangunannya.

Goa ini dikerjakan menggunakan tenaga kerja paksa atau romusha, sehingga banyak pekerja lokal yang kehilangan nyawa karena kondisi kerja yang berat. Pada masa perang, goa ini menjadi benteng pertahanan terakhir tentara Jepang di wilayah Bandung. Setelah Jepang menyerah pada Sekutu, tempat ini ditinggalkan dan tertutup oleh semak belukar selama bertahun-tahun, hingga ditemukan kembali sekitar tahun 1965.

Saat ditemukan, masyarakat masih menjumpai berbagai peninggalan berupa senjata dan amunisi yang tersisa di dalamnya. Kini, Goa Jepang menjadi salah satu objek wisata sejarah yang menarik minat wisatawan, terutama mereka yang tertarik pada kisah perjuangan bangsa di masa lalu.

 

Curug Omas dan Maribaya

Selain menyimpan sejarah panjang, Taman Hutan Raya Djuanda juga menawarkan keindahan alam yang menakjubkan. Salah satu spot paling terkenal adalah Curug Omas, sebuah air terjun megah yang memiliki ketinggian sekitar 30 meter. Airnya berasal dari aliran Sungai Cikawari yang mengalir deras di antara bebatuan besar. Di atas air terjun ini terdapat jembatan yang memungkinkan pengunjung menikmati pemandangan menakjubkan dari ketinggian.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan